DERMATITIS
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dermatitis merupkan salah satu penyakit yang timbul gangguan pada sistem
imun, dermatitis kontak merupakan suatu berntuk penyakit yangdisebabkan
hipersensivitas IV, dan diawali oleh kontak langsung antara bahan allergik dan
lain-lain.\
Ada banyak factor pencetus penyakit tersebut, dan perlu untuk diketahui
oleh semua kalangan masyarakat, demi mewujudkan hal tersebut maka penulis
membuat sebuah makalah yang berisikan tentang materi dermatitis.
Di Era globalisasi saat ini, Perawat seharusnya mampu menguasai tentang
konsep medis sehingga perawat dapat mengantisipasi secara dini mengenai dermatitis
kontak iritan.
B.
Tujuan
Adapun beberapa tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan
pengetahuan mengenai defenisi, etiologi dan patofisiologi dari Dermatitis
kontak iritan.
b. Memberikan
pengetahuan mengenai manifestasi klinis, diagnostic, penatalaksanaan dari Dermatitis
kontak iritan.
c. Memberikan
pengetahuan mengenai upaya pencegahan Dermatitis kontak iritan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dermatitis berasal dari kata derm/o-
(kulit) -itis (radang/inflamasi), sehingga dermatitis dapat diterjemahkan
sebagai suatu keadaan di mana kulit mengalami inflamasi. Klasifikasi dermatitis
secara umum dibagi menjadi berdasarkan sumber agen penyebab dermatitis;
dermatitis eksogen dan dermatitis endogen (Buxton, 2005), salah satu dermatitis
eksogen adalah dermatitis kontak. Dermatitis kontak merupakan inflamasi
non-spesifik yang diakibatkan oleh senyawa yang kontak dengan kulit (Hayakawa,
2000). Ciri utama dermatitis kontak adalah adanya eritema (kemerahan), edema
(bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 5mm), vesikel (tonjolan
berisi cairan lebih dari 5mm), crust (Feedberg, 2003). Secara umum dermatits
kontak dibagi menjadi dua; dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak
alergik. Dermatitis atopik adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan
berlebihan limfosit T dan sel mast. Tipe gatal kronik yang sering timbul, dalam
keadaan yang sering disebut eksema. Kata “atopic” berhubungan dengan tiga group
gangguan alergi yaitu asthma, alergi renitis (influensa), dan dermatitis
atopik. Kejadian dari beberapa studi menyatakan 75 sampai 80 % dari klien.
dermatitis atopik mengenai perorangan atau keluarga yang mempunyai riwayat
gangguan alergi. Dermatitis atopik merupakan keadaan yang biasa mengganggu
mempengaruhi 0,5 – 1 % penduduk seluruh dunia.
B. Etiologi
1.
Irritant
contact dermatitis (dermatitis kontak iritan/DKI)
Sekitar 80-90% DKI disebabkan oleh
iritan berupa bahan pelarut. Inflamasi dapat terjadi setelah satu kali
pemaparan atau setelah beberapa kali pemaparan yang berulang. Dermatitis kontak
iritan yang terjadi setelah pemaparan pertama kali disebut dermatitis kontak
iritan akut, yang disebabkan oleh iritan kuat sperti asam kuat. Dermatitis
kontak iritan yang terjadi setelah beberapa pemaparan yang berulang disebut
dermatitis kontak iritan kronis, yang disebabkan oleh iritan yang lemah.
Iritan yang bisa menyebabkan DKI
1. Asam kuat (hidroklorida,
hidroflorida, asam nitrat, asam sulfat)
2.
Basa
kuat (kalsium hidroksida,kalium hidroksida, natrium hidroksida)
3.
Detergent
4.
Resin
epoksi
5.
Etilen
oksida
6.
Fiberglass
7.
Minyak
(lubricant)
8.
Pelarut-pelarut
organik
9.
Agen
oksidator
10. Plasticizer
11. Serpihan kayu (Keffner, KP, 2004)
pada bayi dermatitis kontak iritan
yang biasa terjadi disebut diaper dermatitis, faktor yang berhubungan adalah;
kelembaban (akibat urinasi yang sering), perubahan PH kulit akibat feses dan
urin.
2. Alergic contact dermatitis
(dermatitis kontak alergi)
Banyak senyawa di dunia kita yang
berperan sebagai alergen pada individu tertentu. Urushiol (dari racun tanaman
oak/ivy/sumac), garam nikel (pada perhiasan), parfum (pada kosmetik) merupakan
alergen yang mampu menyebabkan ACD.
Alergen yang menimbulkan ACD
Alergen
|
Uji
patch positif
|
Sumber
antigen
|
Benzokain
|
2
|
Penggunaan
anastetik tipe-kain, baik pada pengunaan topikal maupun oral
|
Garam
kromium
|
2,8
|
Plat
elektronik, kalium dikromat, semen, detergent, pewarna
|
Lanolin
|
3,3
|
Lotion,
pelembab, kosmetik, sabun
|
Latex
|
7,3
|
Sarung
tangan karet, vial, syringes
|
Bacitracin
|
8,7
|
Pengobatan
topikal maupun injeksi
|
Kobal
klorida
|
9
|
Semen,
plat logam, pewarna cat
|
Formaldehid
|
9,3
|
Germisida,
plastik, pakaian, perekat
|
Tiomersal
|
10,9
|
Pengawet
dalam sedian obat, kosmetik
|
Pewangi
|
11,7
|
Produk
rumah tangga, kosmetik, asam siniamat, geraniol
|
Balsam
perut
|
11,9
|
Sirup
untuk obat batuk, penyedap
|
Neomisin
sulfat
|
13,1
|
Pengobatan
salep antibiotik, aminoglikosida lainnya
|
Nikel
sulfat
|
14,2
|
Aksesoris
pada celana jeans, pewarna, perabot rumah tangga, koin
|
Tanaman
|
Tidak
ditentukan
|
Spesies
toxicodendron (racun ivy, oak, sumac), primrose (primula obonica),
tulip.
|
(Keffner,
KP, 2004)
3. Atopic dermatitis (dermatitis
atopik)
Penyebab utama dermatitis atopik
adalah belum diketahui. Xerosis adalah biasa lebih buruk selama periode
kelembaban rendah; musim dingin daerah garis lintang utara memperburuk
gatal-gatal.
C. Anatomi Fisiologi
Kulit merupakan organ aktif yang
secara metabolik memeiliki fungsi vital, yaitu dalam perlindungan dan sistem
hemoistasis tubuh. Secara alami, kulit merupakan organ immunologis yang penting
dan mengandung seluruh immunitas selluler, kecuali sel B limfosit. Komponen
immunologis dari kulit dibagi atas tiga bagian; sturktur organ, sistem
fungsional dan immunogenetik.
Secara stuktur, sawar epidermis
merupakan contoh immunitas bawaan yang penting karena dengannya banyak
mikroorganisme yang tidak mampu penetrasi ke dalam tubuh. Selain itu, dengan
adanya suplai darah dan limfatik memungkinkan sel immun melakukan migrasi dari
dan menuju kulit. Beberapa sel yang berperan penting yaitu; sel langerhan, sel
T limfosit, sel mast dan sel kreatinosit. Sel langerhan pada epidermis
merupakan bagian terluar dari sistem immun sellular. Sel tersebut merupakan sel
denditrik yang memiliki organel sitoplasmik yang unik, yaitu granul Birbeck.
Sel T merupakan sel yang bertanggung jawab dalam respon seluler, dan dibagi
menjadi dua yaitu; sel T yang mengandung reseptor CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+
dibagi menjadi dua yaitu; sel TH1 (promosi inflamasi, sekresi IL3, Ify dan
TNFɑ) dan sel TH2 (stimulasi sel B membentuk antibodi, sekresi IL4, IL6, IL10).
Sedangkan sel T CD8+ merupakan sel Tc berperan dalam sitolitik. Selain itu ada
juga sel Ts (CD4+ ataupun CD8+) yang merugulasi sel limfosit lainnya. Di
lapisan kulit juga terdapat sel mast yang berperan dalam proses inflamasi dan
sel kretinosit yang juga mampu melepaskan sitokin proinflamasi (IL1).
Secara sistem fungsional, perangkat
immun kulit terdiri dari; jaringan limfoid yang terhubbung dengan kulit (aliran
limfatik, kelenjar limfatik regional) sitokin dan eicosanoid, komplemen dan
molekul adhesi. Sitokin merupakan molekul terlarut yang memperantari aksi antar
sel (misal; mengaktivasi jalur NFkB dalam proses inflamasi), dan diproduksi
oleh; sel T limfosit, kreatinosit, fibroblas, sel endotelia dan makrofag.
Sedangkan eicosanoid yang diproduksi asam arakidonat oleh sel mast, makrofag,
kreatinosit merupakan mediator inflamasi non-spesifik (prostaglandin,
tromboxan, leukotrien). Komplemen berperan opsonisasi, lisis, degranulasi sel
mast. Molekul adhesi, khususnya ICAM1, berperan dalam membantusel limfosit,
endotelial maupun kreatinosit untuk menempel pada sel T.
Secara immunogenetik, perlindungann
kulit terlihat dengan adanya gen HLA pada kromosom 6 manusia yang dapat ditranslasi
menjadi Major Histocompaatibility Complex (MHC) di sel langerhan, sel T,
makrofag dan kreatinosit. Selain itu dengan adanya gen HLA spesifik dihubungkan
dengan penyakit autoimun tertentu.
Penyakit
|
Antigen
HLA
|
Resiko
relatif
|
Behcet's
deases
|
B5
|
10
|
Dermatitis
|
B8
|
15
|
Hepertiformis
|
DRw3
|
>15
|
Phempigus
|
DRw4
|
10
|
Psoriasis
|
B13
|
4
|
Cw
6
|
12
|
|
Artropati
psoriatic
|
B27
|
10
|
Reiter's
deases
|
B27
|
35
|
D. Patofisiologi
1. Dermatitis kontak iritan (irritant
contact dermatitis)
ICD tampak setelah pemaparan tunggal atau setelah beberapa
pemaparan berulang pada agen yang sama. Beberapa mekanisme dapat menjadi
penyebab ICD. Pertama, bahan kimia mungkin merusak dermal secara langsung
dengan absorbsi langsung melalui membran sel kemudian merusak sistem sel.
mekanisme kedua, seteah adanya sel yang mengalami kerusakan maka akan
merangsang mediator inflamasi ke daerah tersebut oleh sel T maupun sel mast
secara non-spesifik. Misalnya, setelah kulit terpapar asam sulfat maka asam
sulfat akan menembus ke dalam sel kulit kemudian mengakibatkan kerusakan sel
sehingga memacu pelepasan asam arakidonat kemudian dirubah oleh siklooksigenase
(menghasilkan prostaglandin, tromboksan) dan lipooksigenase (menghasilkan
leukotrien). Prostaglandin dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah (sehingga
terlihat merah) dan mempengaruhi saraf (sehigga terasa sakit), leukotrien
menyebabkan permebilitas vaskuler di daerah tersebut (sehinngga meningkatkan
jumlah air dan terlihat bengkak) serta bersifat kemotaktik terhadap eosinofil,
netrofil dan makrofag. Mediator pada inflamasi akut adalah prostaglandin,
serotonin, histmin dan leukotrien, sedangkan pada inflamasi kronis adalah IL1,
IL2, IL3 dan TNFɑ. Reaksi ini bukanlah akibat immun spesifik dan tidak
membutuhkanpemaparan sebalumnya agar iritan menampakkan reaksi.
Beberapa
faktor mungkin mempengaruhi tingkatan respon kulit. Adanya penyakit kulit
sebelumnya dapat menyebabkan dermatitis yang parah akibat membiarkan iritan
dengan mudah masuk ke dermis. Jumlah konsentrasi paparan bahan kimia juga
penting. Iritan kimia yang kuat, asam dan basa tampaknya menghasilkan keparahan
reaksi inflamasi yang sedang dan parah. Iritan yang lebih ringan seperti,
sabun, pelarut mungkin membutuhkan pemaparan yang banyak untuk menghasilkan
dermatitis. Selain itu, faktor lingkumgan seperti suhu hangat, kelembaban yang
tinggi atau pekerjaan yang basah dapat berpengaruh.
2.
Dermatitis
Kontak Alergi (alergic contact dermatitis)
ACD
merupakan reaksi inflamasi pada dermal akibat paparann alergen yang mampu
mengaktivasi sel T, yang kemudian migrasi menuju ke tempat pemaparan. Tempat
pemaparan biadanya daerah tubuh yang kurang terlindungi, namun alergen uroshiol
yang terbawa dalam partikulat asap rokok mampu mempengaruhi tempat-tempat yang
secara umum terlindungi, seperti anus dan genital. Selain itu uroshiol dapat
mampu aktif lama hingga 100 tahun. Penampakann ACD biasanya tidak langsung
terlihat pada daerah tersebut sesaat setelah pemaparan karena alergen
melibatkan reaksi immunologis yang membutuhkan beberapa tahap dan waktu.
Berikut adalah reaksi immunologis tersabut; pertama, pemaparan awal tersebut
akan mesnsesitasi sistem imun. Tahap ini dikenal sebagai tahap induksi. Menurut
beberapa dokter, secara umum pada tahap ini belum menunjukan gejala. Walaupun
demikian, gajala dermatitis tetap dapat langsung terjadi setelah pemaparan
(tergantung faktor individu, alergen dan lingkungan). Pada tahap induksi ini,
uroshiol secara cepat (10 menit) masuk melewati kulit dan langsung berikat
dengan protein permukaan sel langerhans di epidermis dan makrofag di dermis.
Sel langerhans kemudian memberi sinyal kepada sel limfosit mengenai informasi
antigen dan kemudian sel limfosit berproloferasi menghasilkan sel limfosit
tersensitasi. Setelah sistem imun tersensitasi, maka dengan pemaparan
selanjutnya akan menginduksi hipersensitifitasi tertunda tipe IV, yang
merupakan reksi yang dimediasi oleh sel yang membutuhkan waktu selama 24-48 jam
(atau lebih). Dermatitis yang tertangani dan tidak tertangani, secara alami
akan sembuh selama 10-21 hari, karena adanya sistem imun pasien.
E. Tanda Dan Gejala
1. Dermatitis Kontak Iritan (irritant
contact dermatitis)
Ketika
terkena paparan iritan, kulit menjadi radang, bengkak, kemerahan dan dapat
berkembang menjadi vesikel kecil atau papul (tonjolan). Dan mengeluarkan cairan
bila terkelupas. Gatal, perih Dan rasa terbakar terjadi pada bintik-bintik
merah itu. Reaksi inflamasi bermacam-macam. Mula dari gejala awal seperti ini
hingga pembentukan luka dan area nekrosis pada kulit. Dalam beberapa hari,
penurunan dermatitis dapat terjadi bila iritan dihentikan, pada pasien yang
terpapar iritan secara kronik, area kulit tersebut akan mengalami radang dan
mulai mengkerut, membesar bahkan akan terjadi hiper/hipopigmentasi dan
penebalan (likenifikasi). Kebanyakan ICD terjadi pada tubuh yang kurang
terlindungi. Seperti wajah, punggung ( bagi yang tidak menggunakan baju),
tangan dan lengan. 80% ICD terjadi di daerah tangan dan 10% di daerah wajah.
Secara klinis, penampakan yang paling sering adalah batas yang sangat jelas
dari lesi.
2.
Dermatitis
Kontak Alergi (irritant contact dermatitis)
Tanda dan
gejala ACD sangat bergantung pada alergen, tempat dan durasi pemaparan serta
faktor individu. Pada umumnya kulit tampak kemerahan dan bulla. Blister juga
mungkin terjadi dan dapat membentuk crust dan scales ketika mereka pecah.
Gatal, rasa sakit seperti terbakar merupakan gejala ACD.
Setelah
pemaparan uroshiol, pada tahap reaksi adalah rasa gatal yang intensif dan
kemudian diikuti eritema. Pasien yang menggaruk rasa gatal tersebut
mengakibatkan uroshiol tersebar ke daerah yang blum terpapar sebelumnya
sehingga rasa gatal menyebar. Walaupun demikian bulla atau vesikel yang pecah
dapat menyebar ke daerah tubuh yang lain, namun cairan tersebut tidak
mengandung uroshiol. Tetapi dengan terbukanya bulla/vesikel dapat menyebabkan
infeksi luka. Mikroba yang sering menginfeksi tertsebut adalah staphylococcus
aureus, streptococcus kelompok A dan E. coli. Bulla yang pecah
tersebut dalam beberapa hari akan kering dan akan membentuk crust . Uroshiol
yang tertinggal di permukaan kulit dapat mengalami oksidasi oleh uadara
sehingga tampak kehitaman pada daerah yang mengalami dermatitis.
Secara
umum tingkat keparahan dermatitis ACD dapat dibagi menjadi 3; dermatitis
ringan, sedang hingga dermatitis yang berat.
a.
Dermatitis Ringan
Dermatitis ringan secara
karakikterist ditandai oleh adanya daerah gatal dan eritema yang terlokalisasi,
kemudian diikuti terbentuknya bulla dan vesikel yang biasanya letaknya
membentuk pola linear. Bengkak pada kelopak maata juga sering terjadi, namun
tidak berhubungan dengan bengkak di daerah terpapar, melainkan terkena tangan
yang terkontaminasi oleh uroshiol. Secara klinis, pasien mengalami di daerah
bawah tubuh dan lengan yang kurang terlindungi.
b.
Dermatitis Sedang
Selain rasa gatal, papul, vesikel
dan eritema pada dermatitis ringan, gejala dan tanda dermatitis sedang juga
meliputi bulla dan bengkak eritematousdari bagian tubuh.
c.
Dermatits Berat
Dermatitis berat ditandai adanya
respon yang meluas ke daerah tubuh dan edema pada ekstremitas dan wajah. Rasa
gatal dan iritasi yang berlebihan; pembentukan vesikal, blister dan bulla juga
dapat terjadi. Selain itu, aktivitas pasien juga terganggu, sehingga kadangkala
membutuhkan yang segera (sistemik atau parenteral), khususnya dermatitis yang
mempengaruhi sebagian besar wajah, mata ataupun genital.
3.
Dermatitis
Atopik (atopic dermatitis)
Dermatitis
atopik dimulai sejak selama anak-anak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak
kemerahan, lumpur dan banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan
bokong. Pada anak yang lebih tua dan remaja lesi tampak lebih sering muncul di
tangan dan kaki, di belakang lutut, dan lipat siku. Gejala terbesar adalah
pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan dan pembentukan lesi, yang
mrupakan keluhan utama orang mencari bantuaan
F. Komplikasi
Komplikasi
dengan penyakit lain yang dapat terjadi adalah eosinofilia, serima multiform,
sindrom pernapasan akut, gangguan ginjal, dishidrosis dan uretritis. Infeksi
kulit oleh bakteri-bakteri yang lazim dijumpai terutama staphylococcus
aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks. Pengidap penyakit
ini sebaiknya menghindari inokulasi virus hidup yang dilemahkan.
G. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
- Darah; Hb, leoukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin.
- Urin; pemeriksaan Hispatologi
- Uji kulit, alergen, uji IgE spesifik, pada dermatitis atopik
- Pemeriksaan kultur bakteri apabila ada komplikasi infeksi sekunder bakteri, pada dermatitis kontak iritan
H. Penatalaksanaan Diet
Penatalaksanaan
diet pada dermatitis atopik masih merupakan masalah yang kontroversional.
Alergi makanan yang signifikan, tidak diketahui sebagai penyebab dari
dermatitis atopik atau berapa persentase dari klien dermatitis atopik yang
mempunyai alergi terhadap makanan. Alergen yang paling umum yang sering muncul
adalah telur, susu sapi, kedelai, gandum, kacangkacangan, dan ikan. Alergen
yang telah diketahui ini harus dihindari. Perawataan harus dilakukan untuk
menghindari terjadinya malnutrisi ketika melakukan pembatasan diet apa saja.
Reaksi Obat dan Medikasi (Dermatitis Medikamentosa)
a. Dermatitis Medikamentosa adalah
kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk ruam
kulit karena pemakaian internal obatobatan atau medikasi tertentu. Pada umumya
reaksi obat timbul mendadak, raum dapat disertai dengan gejala sistemik atau
menyeluruh.
b. Urtikaria merupakan reaksi alergi
hipersensitivitas tipe I yang ditandai dengan kemunculan mendadak lesi yang
menonjol edematosus, berwarna merah muda dengan ukuran dan bentuk yang
bervariasi. Bagian tubuh yang terkena termasuk membran mukosa (mulut), laring
dan traktus gastrointestinal.
c. Edema Angioneurotik merupakan
pembengkakan timbul mendadak beberapa detik atau menit, atau secara
perlahan-lahan, yang mengenai lapisan kulit yang lebih dalam, sehingga tidak
nampak lesi diluar. Bagian tubuh yang sering terkena adalah bibir, kelopak
mata, pipi, tangan, kaki, genitalia dan lidah; membran mukosa laring, bronkus,
dan saluran gastrointestinal.
d. Alergi makanan merupakan bentuk
hipersensitivitas tipe I. Gejala klinisnya berupa gejala alergi yang klasik
seperti yang lainnya.
e. Serum sickness merupakan
hipersensitivitas tipe III komplek imun.
I. Proses Keperawatan
Klien
dengan dermatitis harus dikaji bagaimana kebiasaan hygiene sehari-hari (misal:
apakah klien mandi menggunakan sabun dan air panas?), pengobatan yang telah
diberikan, terpapar oleh alergen, terpapar lingkungan, dan riwayat kerusakan
kulit.
Asuhan Keperawatan
a.
Gangguan
integritas kulit b.d kekeringan pada kulit Kriteria hasil: klien akan
mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan,
ditandai dengan:
1.
Mengungkapkan
peningkatan kenyamanan kulit
2.
Berkurangnya
derajat pengelupasan kulit
3.
Berkurangnnya
kemerahan
4.
Berkurangnya
lecet karena garukan
5.
Penyembuhan
area kulit yang telah rusak
Intervensi:
- Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 – 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat. Rasionalisasi dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab selama 2 – 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
- Gunakan air hangat jangan panas. Rasionalisasi air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
- Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi busa. Rasionalisasi sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
- Oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari. Rasionalisasi salep atau krim akan melembabkan kulit.
b.
Resiko
kerusakan kulit b.d terpapar alergen Kriteria hasil: klien akan mempertahankan
integritas kulit, ditandai dengan Menghindari alergen Intervensi:
- Ajari klien menghindari atau menurunkan paparan terhadap alergen yang telah diketahui. Rasionalisasi menghindari alergen akan menurunkan respon alergi
- Baca label makanan kaleng agar terhindar dari bahan makan yang mengandung alergen
- Hindari binatang peliharaan. Rasionalisasi jika alergi terhadap bulu binatang sebaiknya hindari memelihara binatang atau batasi keberadaan binatang di sekitar area rumah
- Gunakan penyejuk ruangan (AC) di rumah atau di tempat kerja, bila memungkinkan. Rasionalisasi AC membantu menurunkan paparan terhadap beberapa alergen yang ada di lingkungan.
c.
Perubahan
rasa nyaman b.d pruritus Kriteria hasil: klien menunjukkan berkurangnya
pruritus, ditandai dengan;
- Berkurangnya lecet akibat garukan
- Klien tidur nyenyak tanpa terganggu rasa gatal
- Klien mengungkapkan adanya peningkatan rasa nyaman
Intervensi:
- Jelaskan gejala gatal berhubungan dengan penyebanya (misal keringnya kulit) dan prinsip terapinya (misal hidrasi) dan siklus gatal-garuk-gatalgaruk. Rasionalisasi dengan mengetahui proses fisiologis dan psikologis dan prinsip gatal serta penangannya akan meningkatkan rasa kooperatif.
- Cuci semua pakaian sebelum digunakan untuk menghilangkan formaldehid dan bahan kimia lain serta hindari menggunakan pelembut pakaian buatan pabrik. Rasionalisasi pruritus sering disebabkan oleh dampak iritan atau allergen dari bahan kimia atau komponen pelembut pakaian.
- Gunakan deterjen ringan dan bilas pakaian untuk memastikan sudah tidak ada sabun yang tertinggal. Rasionalisasi bahan yang tertinggal (deterjen) pada pencucian pakaian dapat menyebabkan iritasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan
iritan pada sel-sel epidermis, dengan respon peradangan pada dermis. Dermatitis
kontak iritan ini disebabkan oleh terpapan oleh zat-zat kimia seperti:
a.
Sabun, detergen, dan pembersih lainnya.
b.
Bahan-bahan industri, seperti petroleum, klorinat
hidrokarbon, etil, eter, dan lain-lain.
Dermatitis kontak iritan ini dapat dicegah yaitu dengan cara: Bilas kulit
dengan air dan gunakan sabun ringan jika dermatitis karena kontak dengan suatu
zat. Usahakan mencuci untuk menghapus banyak iritan atau alergen dari kulit
Anda. Pastikan untuk membilas sabun sepenuhnya dari tubuh Anda, Jika di tempat
kerja, memakai pakaian pelindung atau sarung tangan untuk melindungi kulit Anda
terhadap senyawa berbahaya. Gunakan deterjen ringan, tanpa wewangian saat
mencuci pakaian, handuk dan selimut. Coba lakukan siklus bilas tambahan pada
mesin cuci.
B. Saran
Dari pembahasan diatas, maka penulis memberikan saran kepada pembaca
untuk selalu menjaga kebersihan dan kontak langsung dengan bahan kimia yang
memiliki konsentrasi tinggi terutama bagi orang-orang yang memiliki riwayat
alergi sebelumnya agar dapat terhindar dari penyakit dermatitis kontak iritan.
DAFTAR PUSTAKA
Hetharia, Rospa. 2009. Asuhan
Keperawatan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta:Trans Info Median
Doenges, Marilynn E. 1999.
Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian
perawatan Pasien. Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:EGC
http://medicastore.com/penyakit/74/Dermatitis_Kontak.html
http://www.irwanashari.com/2009/09/dermatitis-kontak-iritan.htm
Comments
Post a Comment