Hidrosefalus (Keperawatan Anak)
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN HIDROSEFALUS
KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Hidrosefalus
adalah keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan
serebrospinalis (CSS) dengan atau pernah dengan tekanan intracranial yang
meninggi sehingga terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya CSS. Harus
dibedakan dengan pengumpulan cairan local tanpa tekanan intracranial yang
meninggi seperti pada kista porensefali atau pelebaran ruangan CSS akibat
tertimbunnya CSS yang menempati ruangan sesudah terjadinya atrofi otak.
B. Etiologi
Hidrosefalus
terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat antara
tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorpsi dalam ruang
subarachnoid. Akibat penyumbatan terjadi dilatasi ruangan CSS di atasnya.
Tempat yang sering tersumbat dan terdapat dalam klinik ialah foramen Monroi,
foramen Luschka dan Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis. Secara
teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorpsi yang
normal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, tetapi dalam klinik sangat
jarang dijumpai ; misalnya terlihat pelebaran ventrikel tanpa penyumbatan pada
adenomata pleksus koroidalis. Berkurangnya absorpsi CSS yang pernah dikemukakan
dalam kepustakaan pada obstruksi kronis pada aliran vena otak pada thrombosis
sinus longitudinalis. Contoh lain ialah terjadinya hidrosefalus setelah koreksi
bedah dari spina bifida dengan meningokel akibat berkurangnya permukaan untuk
absorpsi. Penyebab penyumbatan untuk aliran CSS yang sering terdapat pada bayi ialah
kelahiran bawaan (congenital), infeksi, neoplasma, dan perdarahan.
C. Manifestasi Klinis
Gejala
yang tampak berupa gejala akibat tekanan intracranial yang meninggi. Pada bayi
biasanya disertai pembesaran tengkorak, bila tekanan yang meninggi ini terjadi
sebelum sutura tengkorak menutup. Gejala tekanan intracranial yang meninggi
dapat berupa muntah, nyeri kepala, dan pada anaak yang aagak besar mungkin
terdapat udema pupil saraf otak II pada pemeriksaan funduskopi. Kepala terlihat
lebih besar bila dibandingkan dengan tubuh. Ini dipastikan dengan mengukur
lingkar kepala suboksipito-bregmatikus dibandingkan dengan lingkar dada dan
angka normal pada usia yang sama. Lebih penting lagi ialah pengukuran berkala
lingkar kepala, yaitu untuk melihat pembesran kepala yang progresif dan lebih
cepat dari normal.
Ubun-ubun
besar melebar atau tidak menutup pada waktunya, teraba tegang atau menonjol.
Dahi tampak melebar dengan kulit kepala yang menipis, tegang dan mengkilat
dengan pelebaran vena kulit kepala. Sutura tengkorak belum menutup dan teraba
melebar. Didapatkan pula craked pot sign yaitu bunyi seperti pot kembang yang
retak pada perkusi kepala. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekanan dan
penipisan tulang supraorbita. Sklera tampak di atas iris sehingga iris
seakan-akan matahari yang akan terbenam. Pergerakan bola mata yang tidak
teratur dan nistagmus tidak jarang terdapat. Kerusakan saraf yang member gejala
kelainan neurologis berupa gangguan kesadaran, motoris atau kejang,
kadaang-kadang gangguan pusat vital, bergantung kemampuan kapala untuk membesar
dalam mengatasi tekanan intracranial yang meninggi. Bila proses berlangsung
lambat, mungkin tidak terdapat gejala neurologis walaupun telah terdapat
pelebaran ventrikel yang hebat; sebaliknya ventrikel yang belum begitu meleebar
akan tetapi berlangsung dengan cepat sudah dapat memperlihatkan kelainan
neurologis yang nyata.
D. Pathofisiologi
Ruangan
CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri atas sistem
ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang meliputi
seluruh susunan saraf. CSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh plekssus
koroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piameter dan
araknoid yang meliputi susunan saraf pusat. Hubungan antara sistem ventrikel
dan ruang subaraaknoid melalui voramen Magendiedi median dan foramen Luschka di
sebelah lateral ventrikel IV. Aliraan CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis
melalui foramen Monroi ke ventrikel III,dari tempat ini melalui saluran yang
sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luscka dan
Magendie ke dalam subaraknoid melalui sisterna magna. Penutupan sisterna
basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem kapiler.
E. Komplikasi
·
Peningakatan tekanan intrakanial (
TIK )
·
Kerusakan otak sehingga IQ menurun
·
Infeksi : septikimia, endokarditi,
infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis, abses otak.
·
Shunt tidak berfungsi dengan baik
akibat obstruksi mekanik
·
Kematian
F. Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemindahan CT, cara yang paling
baik untuk mendiagnosis hydrocephalus
2.
Fungsi
langsung ke dalam ventrikel melalui fontanel anterior, untuk memantau tekanan
CSS
3.
Magnetic resonance imaging ( MRI ),
dapat untuk lesi kompleks
4.
Lingkar kepala pada masa bayi
G. Penatalaksanaan
1.
Penatalaksanaan Medis
Pada sebagian pasien pembesaran
kepala berhenti sendiri (arrested hyrdosefalus), mungkin oleh rekanalisasi
ruang subaraknoid atau kompensasi pembentukan CSS yang berkurang (Laurence,
1965). Tindakan bedah belum ada yang memuaskan 100 %, kecuali bila penyebabnya
ialah tumor yang masih dapat diangkat.
2.
Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan Prabedah :
a.
Pantau, cegah, dan halangi bila ada
peningkatan TIK
1.
Letakkan anak dalam posisi nyaman
dengan cara menaikkan kepala tempat tidur setinggi 30 derajat (untuk mengurangi
kongesti dan meningkatkan drainase).
2.
Pantau adanya tanda – tanda
peningktan TIK.
-
Peningkatan frekwensi pernapasan,
penurunan denyut apeks, peningkatan
tekanan darah dan peningkatan suhu badan.
-
Penurunan tingkat kesadaran.
-
Aktivitas kejang.
-
Muntah.
-
Perubahan ukuran, kesimetrisan, dan
reaktivitas pupil.
-
Fontanel “penuh”, cenderung
menonjol.
3.
Turunkan stimulus luar.
4.
Siapkan oksigen dan alat penghisap
di sisi tempat tidur.
b.
Siapkan anak dan orang tua untuk
menghadapi prosedur pembedahan.
1.
Berikan penjelasan yang sesuai
dengan usia.
2.
Berikan dan kuatkan keterangan yang
diberikan pada orang tua tentang kondisi dan pengobatan anak.
Perawatan Pascabedah :
1.
Pantau tanda – tanda vital dan
status neurologik anak ; Laporkan adanya peningkatan TIK (ukuran, penuhnya,
ketegangan fontanel anterior), penurunan tingkat kesadaran, anoreksia, muntah,
konvulasi, kejang, atau kelembaman.
2.
Pantau dan laporkan adanya gejala –
gejala infeksi (demam, nyeri tekan, inflamasi, mual, dan muntah).
3.
Pantau dan pertahankan fungsi
pirau.
a.
Laporkan gejala malformasi pirau (iritabilitas,
penurunan tingkat kesadarn, muntah).
b.
Periksa pirau untuk kepenuhan.
c.
Naikkan bagian kepala tempat tidur
setinggi 30 dertajat (untuk meningkatkan drainase dan menurunkan kongeti vena).
d.
Posisikan anak miring kekiri (sisi
non - bedah).
e.
Pertahankan tirah baring selama 24
sampai 72 jam.
f.
Pantau adanya aktivitas serangan.
4.
Bantu anak dan orang tua dalam
mengatasi stress emosional karena hospitalisais dan pembedahan.
a.
Berikan informasi yang sesuai
dengan usia sebelum prosedur dilakukan.
b.
Dorong partisipasi dalam kegiatan
rekreasi dan hiburan.
c. Masukan
rutinitas anak dirumah ke dalam aktivitas sehari – hari.\
KONSEP KEPERAWATAN
I.
Pengkajian
a.
Anamnese
1.
Riwayat penyakit / keluhan utama
Muntah, gelisah nyeri
kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
2.
Riwayat Perkembangan
Kelahiran : prematur. Lahir
dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak.
Kekejangan : Mulut dan
perubahan tingkah laku.
Apakah pernah terjatuh
dengan kepala terbentur. Keluhan
sakit perut.
b.
Pemeriksaan Fisik
1.
Inspeksi :
-
Anak dapat melihat keatas atau tidak.
-
Pembesaran kepala.
-
Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas
pembuluh darah terlihat
jelas.
2.
Palpasi
-
Ukur lingkar kepala : Kepala
semakin membesar.
-
Fontanela : Keterlamabatan
penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang keras dan sedikit tinggi
dari permukaan tengkorak.
3.
Pemeriksaan Mata
·
Akomodasi.
-
Gerakan bola mata.
-
Luas lapang pandang
·
Konvergensi.
-
Didapatkan hasil : alis mata dan
bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas.
-
Stabismus, nystaqmus, atropi optic.
c.
Observasi Tanda –tanda vital
Didapatkan data – data
sebagai berikut :
-
Peningkatan sistole tekanan darah.
-
Penurunan nadi / Bradicardia.
-
Peningkatan frekwensi pernapasan.
d.
Diagnosa Klinis :
Transimulasi kepala bayi
yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. (
Transsimulasi terang )
Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)
Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi “ Crakedpot “ (Mercewen’s Sign)
Opthalmoscopy : Edema Pupil.
CT Scan Memperlihatkan (non
– invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer.
Radiologi : Ditemukan
Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial.
II.
Diagnosa
Keperawatan
Pre
Operatif
1.
Gangguan rasa nyaman: Nyeri
sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial .
Data Indikasi : Adanya
keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar
Tujuan ; Klien akan
mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang
Intervensi :
Jelaskan Penyebab nyeri.
a.
Atur posisi Klien
b.
Ajarkan tekhnik relaksasi
c.
Kolaborasi dengan tim medis untuk
pemberian Analgesik
Persiapan operasi
Persiapan operasi
2.
Kecemasan Orang tua sehubungan
dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi.
Data Indikasi : Ekspresi
verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya.
Tujuan : Kecemasan orang tua
berkurang atau dapat diatasi.
Intervensi :
a.
Dorong orang tua untuk
berpartisipasi sebanyak mungkin dalam merawat anaknya.
b.
Jelaskan pada orang tua tentang
masalah anak terutama ketakutannya menghadapi operasi otak dan ketakutan
terhadap kerusakan otak.
c.
Berikan informasi yang cukup
tentang prosedur operasi dan berikan jawaban dengan benar dan sejujurnya serta
hindari kesalahpahaman.
3.
Potensial Kekurangan cairan dan
elektrolit sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah.
Data Indikasi ; keluhan
Muntah, Jarang minum.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan
cairan dan elektrolit.
Intervensi :
a.
Kaji tanda – tanda kekurangan
cairan
b.
Monitor Intake dan out put
c.
Berikan therapi cairan secara
intavena.
d.
Atur jadwal pemberian cairan dan
tetesan infus.
e.
Monitor tanda – tanda vital.
Post – Operatif.
4.
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
sehubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan shunt.
Data Indikasi ; adanya
keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri.
Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan
terpenuhi, Nyeri berkurang
Intervensi :
a.
Beri kapas secukupnya dibawa
telinga yang dibalut.
b.
Aspirasi shunt (Posisi semi
fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan – lahan
dengan interval yang telah ditentukan.
c.
Kolaborasi dengan tim medis bila
ada kesulitan dalam pemompaan shunt.
d.
Berikan posisi yang nyama. Hindari
posisi p[ada tempat dilakukan shunt.
e.
Observasi tingkat kesadaran dengan
memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat)
f.
Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan
radiasinya
5.
Resiko tinggi terjadinya gangguan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak
adekuat.
Data Indikasi ; Adanya
keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan.
Tujuan : Tidak terjadi
gangguan nutrisil.
Intervensi :
a.
Berikan makanan lunak tinggi kalori
tinggi protein.
b.
Berikan klien makan dengan posisi
semi fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan.
c.
Ciptakan suasana lingkungan yang
nyaman dan terhindar dari bau – bauan yang tidak enak.
d.
Monitor therapi secara intravena.
e.
Timbang berta badan bila mungkin.
f.
Jagalah kebersihan mulut ( Oral
hygiene)
g.
Berikan makanan ringan diantara
waktu makan
6.
Resiko tinggi terjadinya infeksi
sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt.
Tujuan : Tidak terjadi infeksi
/ Klien bebas dari infeksi.
Intervensi :
a.
Monitor terhadap tanda – tanda
infeksi.
b.
Pertahankan tekhnik kesterilan
dalam prosedur perawatan
c.
Cegah terhadap terjadi gangguan
suhu tubuh.
d.
Pertahanakan prinsiup aseptik pada
drainase dan ekspirasi shunt.
7.
Resiko tinggi terjadi kerusakan
integritas kulit dan kontraktur sehubungan dengan imobilisasi.
Tujuan ; Pasien bebas dari
kerusakan integritas kulit dan kontraktur.
Intervensi :
a.
Mobilisasi klien (Miki dan Mika)
setiap 2 jam.
b.
Obsevasi terhadap tanda – tanda
kerusakan integritas kulit dan kontrkatur.
c.
Jagalah kebersihan dan kerapihan
tempat tidur.
d.
Berikan latihan secara pasif dan
perlahan – lahan
DAFTAR PUSTAKA
Ngastiyah, 2005. Perawatan
Anak Sakit.Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
FKUI. 2003.Buku Kuliah
Kesehatan Anak, FKUI : Jakarta
Matondang, Corry S.dkk.
2000. Diagnosis Fisis Pada Anak. PT Agung Seto: Jakarta
Comments
Post a Comment