ANTIINFLAMASI Non STEROID (FARMAKOLOGI)
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Rasa sakit atau nyeri sendi sering menjadi penyebab gangguan
aktivitas sehari-hari penderita. Hal ini mengundang penderita untuk segera
mengatasinya apakah dengan upaya farmakoterapi, fisioterapi dan atau
pembedahan. Farmakoterapi berawal dengan pemberian analgetika sederhana dan
edukasi. Pada kebanyakan penderita dengan analgetika sederhana belum mampu
mengontrol rasa sakit akibat artritis. Anti-inflamasi non-steroid (AINS)
ternyata efektif mengontrol rasa sakit akibat inflamasi rematik. Namun sediaan
analgetik ini selalu memberikan efek samping yang kadangkala dapat berakibat
fatal (Lelo, 2001).
Mengingat bahwa penggunaan AINS
akan meningkatkan risiko iatrogenic, Tamblyn dkk (1997) mengkaji peresepan AINS
yang tidak diperlukan. Grup peneliti ini menemukan bahwa gastropati akibat
penggunaan AINS didiagnosa dengan tepat pada 93,4% kunjungan dan ditanggulangi
dengan benar pada 77,4% kunjungan. Risiko peresepan AINS yang tidak diperlukan
lebih besar bila kontraindikasi AINS tidak dikaji dengan seksama) dan risiko
penanggulangan efek samping yang tak benar makin meningkat akibat masa
kunjungan yang lebih singkat.
- Tujuan
-
Agar pembaca mengetahui tentang obat
anti inflamasi non steroid
-
Agar pembaca mengetahui cara kerja
dari obat anti inflamasi non steroid
-
Agar pembaca mengetahui apa saja obat
yang termasuk dalam AINS
BAB II
PEMBAHASAN
- Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan kelompok obat yang
paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan efek analgetika, antipiretika,
dan anti-inflamasi. OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi
peradangan-peradangan di dalam dan sekitar sendi seperti lumbago, artralgia,
osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout artritis. Disamping itu, OAINS juga
banyak digunakan pada penyakit-penyakit non-rematik, seperti kolik empedu dan
saluran kemih, trombosis serebri, infark miokardium, dan dismenorea.
OAINS merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa
obat sangat berbeda secara kimia. Walaupun demikian, obat-obat ini mempunyai
banyak persamaan dalam efek terapi maupun efek samping. Prototip obat golongan
ini adalah aspirin, karena itu OAINS sering juga disebut sebagai obat-obat
mirip aspirin (aspirin-like drug). Aspirin-like drugs dibagi dalam lima
golongan, yaitu:
- Salisilat dan salisilamid, derivatnya yaitu asetosal (aspirin), salisilamid, diflunisal
- Para aminofenol, derivatnya yaitu asetaminofen dan fenasetin
- Pirazolon, derivatnya yaitu antipirin (fenazon), aminopirin (amidopirin), fenilbutazon dan turunannya
- Antirematik nonsteroid dan analgetik lainnya, yaitu asam mefenamat dan meklofenamat, ketoprofen, ibuprofen, naproksen, indometasin, piroksikam, dan glafenin
- Obat pirai, dibagi menjadi dua, yaitu (1) obat yang menghentikan proses inflamasi akut, misalnya kolkisin, fenilbutazon, oksifenbutazon, dan (2) obat yang mempengaruhi kadar asam urat, misalnya probenesid, alupurinol, dan sulfinpirazon.
Sedangkan
menurut waktu paruhnya, OAINS dibedakan menjadi:
- AINS dengan waktu paruh pendek (3-5 jam), yaitu aspirin, asam flufenamat, asam meklofenamat, asam mefenamat, asam niflumat, asam tiaprofenamat, diklofenak, indometasin, karprofen, ibuprofen, dan ketoprofen.
- AINS dengan waktu paruh sedang (5-9 jam), yaitu fenbufen dan piroprofen.
- AINS dengan waktu paruh tengah (kira-kira 12 jam), yaitu diflunisal dan naproksen.
- AINS dengan waktu paruh panjang (24-45 jam), yaitu piroksikam dan tenoksikam.
- AINS dengan waktu paruh sangat panjang (lebih dari 60 jam), yaitu fenilbutazon dan oksifenbutazon.
- KLASIFIKASI KIMIAWI OBAT ANTI-INFLAMASI NONSTEROID
Nonselective
Cyclooxygenase Inhibitors
- Derivat asam salisilat: aspirin, natrium salisilat, salsalat, diflunisal, cholin magnesium trisalisilat, sulfasalazine, olsalazine
- Derivat para-aminofenol: asetaminofen
- Asam asetat indol dan inden: indometasin, sulindak
- Asam heteroaryl asetat: tolmetin, diklofenak, ketorolak
- Asam arylpropionat: ibuprofen, naproksen, flurbiprofen, ketoprofen, fenoprofen, oxaprozin
- Asam antranilat (fenamat): asam mefenamat, asam meklofenamat
- Asam enolat: oksikam (piroksikam, meloksikam)
- Alkanon: nabumeton
Selective
Cyclooxygenase II inhibitors
- Diaryl-subtiuted furanones: rofecoxib
- Diaryl-subtituted pyrazoles: celecoxib
- Asam asetat indol: etodolac
- Sulfonanilid: nimesulid
- Aspek Farmakodinamik Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Semua
OAINS atau aspirin-like drugs bersifat antipiretik, analgesik, dan
anti-inflamasi.
- Efek Analgesik
Sebagai analgesik, OAINS hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit kepala, mialgia, artralgia,
dismenorea dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan dengan inflamasi atau
kerusakan jaringan. Efek analgesiknya jauh lebih lemah daripada efek analgesik
opioat, tetapi OAINS tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping
sentral yang merugikan. Untuk menimbulkan efek analgesik, OAINS bekerja pada
hipotalamus, menghambat pembentukan prostaglandin ditempat terjadinya radang,
dan mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit terhadap rangsang mekanik atau
kimiawi.
- Efek Antipiretik
Temperatur tubuh secara normal diregulasi oleh hipotalamus. Demam
terjadi bila terdapat gangguan pada sistem “thermostat” hipotalamus. Sebagai
antipiretik, OAINS akan menurunkan suhu badan hanya dalam keadaan demam.
Penurunan suhu badan berhubungan dengan peningkatan pengeluaran panas karena
pelebaran pembuluh darah superfisial. Antipiresis mungkin disertai dengan
pembentukan banyak keringat. Demam yang menyertai infeksi dianggap timbul
akibat dua mekanisme kerja, yaitu pembentukan prostaglandin di dalam susunan
syaraf pusat sebagai respon terhadap bakteri pirogen dan adanya efek
interleukin-1 pada hipotalamus. Aspirin dan OAINS lainnya menghambat baik
pirogen yang diinduksi oleh pembentukan prostaglandin maupun respon susunan
syaraf pusat terhadap interleukin-1 sehingga dapat mengatur kembali
“thermostat” di hipotalamus dan memudahkan pelepasan panas dengan jalan
vasodilatasi.
- Efek Anti-inflamasi
Inflamasi adalah suatu respon jaringan terhadap rangsangan fisik atau
kimiawi yang merusak. Rangsangan ini menyebabkan lepasnya mediator inflamasi
seperti histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin dan lainnya yang
menimbulkan reaksi radang berupa panas, nyeri, merah, bengkak, dan disertai
gangguan fungsi. Kebanyakan OAINS lebih dimanfaatkan pada pengobatan
muskuloskeletal seperti artritis rheumatoid, osteoartritis, dan spondilitis
ankilosa. Namun, OAINS hanya meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang
berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik, tidak menghentikan,
memperbaiki, atau mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskuloskeletal.
Meskipun semua OAINS memiliki sifat analgesik, antipiretik dan
anti-inflamasi, namun terdapat perbedaan aktivitas di antara obat-obat
tersebut. Salisilat khususnya aspirin adalah analgesik, antipiretik dan
anti-inflamasi yang sangat luas digunakan. Selain sebagai prototip OAINS, obat
ini merupakan standar dalam menilai OAINS lain. OAINS golongan para aminofenol
efek analgesik dan antipiretiknya sama dengan golongan salisilat, namun efek
anti-inflamasinya sangat lemah sehingga tidak digunakan untuk anti rematik
seperti salisilat. Golongan pirazolon memiliki sifat analgesik dan antipiretik
yang lemah, namun efek anti-inflamasinya sama dengan salisilat.
- Efek Samping Obat Anti-inflamasi Nonsteroid
Selain menimbulkan efek terapi yang sama, OAINS juga memiliki efek
samping yang serupa. Efek samping yang paling sering terjadi adalah induksi
tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat
perdarahan saluran cerna. Mekanisme kerusakan pada lambung oleh OAINS terjadi
melalui berbagai mekanisme. OAINS menimbulkan iritasi yang bersifat lokal yang
mengakibatkan terjadinya difusi kembali asam lambung ke dalam mukosa dan
menyebabkan kerusakan jaringan. Selain itu OAINS juga menghambat sintesa prostaglandin
yang merupakan salah satu aspek pertahanan mukosa lambung disamping mukus,
bikarbonat, resistensi mukosa, dan aliran darah mukosa. Dengan terhambatnya
pembentukan prostaglandin, maka akan terjadi gangguan barier mukosa lambung,
berkurangnya sekresi mukus dan bikarbonat, berkurangnya aliran darah mukosa,
dan terhambatnya proses regenerasi epitel mukosa lambung sehingga tukak lambung
akan mudah terjadi.10 Indometasin, sulindak, dan natrium mefenamat mempunyai
resirkulasi enterohepatik yang luas, yang menambah pemaparan obat-obat ini dan
meningkatkan toksisitas gastrointestinalnya. Selain itu, indometasin juga
dilaporkan dapat mengakibatkan iritasi setempat langsung yang dapat
mengakibatkan perforasi. Penelitian lain menunjukkan bahwa OAINS yang menyebabkan
kerusakan mukosa paling minimal adalah sulindak, aspirin enteric coated,
diflunisal, dan ibuprofen.20 Gejala yang diakibatkan oleh OAINS antara lain
dispepsia, nyeri epigastrium, indigesti, heart burn, nausea, vomitus, dan
diare.
Prostaglandin E2 (PGE2) dan I2 (PGI2) yang dibentuk dalam glomerulus
mempunyai pengaruh terutama pada aliran darah dan tingkat filtrasi glomerulus.
PGI1 yang diproduksi pada arteriol ginjal juga mengatur aliran darah ginjal.
Penghambatan biosintesis prostaglandin di ginjal, terutama PGE2, oleh OAINS
menyebabkan penurunan aliran darah ginjal. Pada orang normal, dengan hidrasi
yang cukup dan ginjal yang normal, gangguan ini tidak banyak mempengaruhi
fungsi ginjal karena PGE2 dan PGI2 tidak memegang peranan penting dalam pengendalian
fungsi ginjal. Tetapi pada penderita hipovolemia, sirosis hepatis yang disertai
asites, dan penderita gagal jantung, PGE2 dan PGI2 menjadi penting untuk
mempertahankan fungsi ginjal. Sehingga bila OAINS diberikan, akan terjadi
penurunan kecepatan filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal bahkan dapat
pula terjadi gagal ginjal. Penghambatan enzim siklooksigenase dapat menyebabkan
terjadinya hiperkalemia. Hal ini sering sekali terjadi pada penderita diabetes
mellitus, insufisiensi ginjal, dan penderita yang menggunakan β-blocker dan
ACE-inhibitor atau diuretika yang menjaga kalium (potassium sparing). Selain
itu, penggunaan OAINS dapat menimbulkan reaksi idiosinkrasi yang disertai
proteinuria yang masif dan nefritis interstitial yang akut.
Efek samping lain adalah gangguan fungsi trombosit dengan akibat
perpanjangan waktu perdarahan. Ketika perdarahan, trombosit yang beredar dalam
sirkulasi darah mengalami adhesi dan agregasi. Trombosit ini kemudian menyumbat
dengan endotel yang rusak dengan cepat sehingga perdarahan terhenti. Agregasi
trombosit disebabkan oleh adanya tromboksan A2 (TXA2). TXA2, sama seperti
prostaglandin, disintesis dari asam arachidonat dengan bantuan enzim
siklooksigenase. OAINS bekerja menghambat enzim siklooksigenase. Aspirin mengasetilasi
Cox I (serin 529) dan Cox II (serin 512) sehingga sintesis prostaglandin dan
TXA2 terhambat. Dengan terhambatnya TXA2, maka proses trombogenesis terganggu,
dan akibatnya agregasi trombosit tidak terjadi. Jadi, efek antikoagulan
trombosit yang memanjang pada penggunaan aspirin atau OAINS lainnya disebabkan
oleh adanya asetilasi siklooksigenase trombosit yang irreversibel (oleh
aspirin) maupun reversibel (oleh OAINS lainnya). Proses ini menetap selama
trombosit masih terpapar OAINS dalam konsentrasi yang cukup tinggi.
Dengan menggunakan meta analisis, dapat diketahui bahwa OAINS dapat
meningkatkan tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure) sebanyak kurang
lebih 5 mmHg. OAINS paling kuat mengantagonis efek antihipertensi β-blocker dan
ACE-inhibitor, sedangkan terhadap efek antihipertensi vasodilator atau diuretik
efeknya paling lemah. OAINS yang paling kuat menimbulkan efek meningkatkan
tekanan darah ialah piroksikam.
OAINS juga dapat menyebabkan reaksi kulit seperti erupsi morbiliform
yang ringan, reaksi-reaksi obat yang menetap, reaksi-reaksi fotosensitifitas,
erupsi-erupsi vesikobulosa, serum sickness, dan eritroderma exofoliatif. Hampir
semua OAINS dapat menyebabkan urtikaria terutama pada pasien yang sensitif
dengan aspirin. Menurut studi oleh Akademi Dermatologi di Amerika pada tahun
1984, OAINS yang paling sedikit menimbulkan gangguan kulit adalah piroksikam,
zomepirac, sulindak, natrium meklofenamat, dan benaxoprofen.
Pada sistem syaraf pusat, OAINS dapat menyebabkan gangguan seperti,
depresi, konvulsi, nyeri kepala, rasa lelah, halusinasi, reaksi
depersonalisasi, kejang, dan sinkope. Pada penderita usia lanjut yang
menggunakan naproksen atau ibuprofen telah dilaporkan mengalami disfungsi
kognitif, kehilangan personalitas, pelupa, depresi, insomnia, iritasi, rasa
ringan kepala, hingga paranoid.20 Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi
hipersensitifitas berupa rinitis vasomotor, oedem angioneurotik, urtikaria
luas, asma bronkiale, hipotensi hingga syok.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Obat anti-inflamasi nonstreoid (OAINS) merupakan
kelompok obat yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia untuk mendapatkan
efek analgetika, antipiretika, dan anti-inflamasi.
OAINS merupakan pengobatan dasar untuk mengatasi
peradangan-peradangan di dalam dan sekitar sendi seperti lumbago, artralgia,
osteoartritis, artritis reumatoid, dan gout artritis.
Disamping itu, OAINS juga banyak digunakan pada
penyakit-penyakit non-rematik, seperti kolik empedu dan saluran kemih,
trombosis serebri, infark miokardium, dan dismenorea.
- Saran
Sebaiknya pembaca meminum obat hanya ketika di
butuhkan dan memang harus, kalau hanya penyakit ringan sebaiknya kita
mengandalkan sistem kekebalan tubuh, dan terapkanlah prilaku hidup bersih dan
sehat.
Referensi
Sumber: Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basis of
Therapeutics, 10th ed, 2001
Universitas
Indonesia, Fakultas Kedokteran, Departemen Farmakologi dan Terapeutik (2007),
Farmakologi dan Terapi, Edisi 5
Comments
Post a Comment