Plasmodium Malariae dan Plasmodium Ovale (MALARIA)

Keakraban Senior Keperawatan n Junior D.IV Bidan Pendidik

PEMBAHASAN
   A.     Pengertian
Plasmodium adalah protozoa parasit yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia dan hewan.
Domain: Eukariot
(tidak termasuk)
Alveolata
Filum:
Apicomplexa
Kelas:
Aconoidasida
Ordo:
Haemosporida
Famili:
Plasmodiidae
Genus: Plasmodium

B.      Plasmodium malariae

            Infeksi parasit P. malariae disebut juga “Malaria quartana” dengan terjadinya krisis penyakit setiap 72 jam. Hal tersebut di kenali sejak jaman Yunani, karena waktu demam berbeda dengan parasit malaria tertiana.  Pada tahun 1885 Golgi dapat membedakan antara demam karena penyakit malaria tertiana dengan quartana dan memberikan deskripsi yang akurat dimana parasit tersebut diketahui sebagai P. malariae.
            Plasmodium malariae adalah parasit cosmopolitan, tetapi distribusinya tidak continyu di setiap lokasi. Parasit sering di temukan di daerah tropik Afrika, Birma, India, SriLanka, Malaysia, Jawa, New Guienia dan Eropa. Juga tersebar di daerah baru seperti Jamaica, Guadalope, Brazil, Panama dan Amerika Serikat. Diduga parasit menyerang orang di jaman dulu, dengan berkembangnya perabapan dan migrasi penduduk, kasus infeksi juga menurun.
            Schizogony exoerytrocytic terjadi dalam waktu 13-16 hari, dan relaps terjadi sampai 53 tahun. Bentuk erytrocytic berkembang lambat di dalam darah dan gejala klinis terjadi sebelumnya, dan mungkin ditemukan parasit dalam ulas darah. Bentuk cincin kurang motil daripada P. vivax, sedangkan cytoplasma lebih tebal. Bentuk cincin yang pipih dapat bertahan sampai 48 jam, yang akhirnya berubah bentuk memanjang menjadi bentuk “band” yang mengunpulkan pigmen dipinggirnya. Nukleus membelah menjadi 6-12 merozoit dalam waktu 72 jam. Tingkat parasitemianya relatif rendah sekitar 1 parasit tiap 20.000 sel darah. Rendahnya jumlah parasit tersebut berdasarkan fakta bahwa merozoit hanya menyerang erytrocyt yang tua yang segera hilang dari peredaran darah karena didestruksi secara alamiah.
            Gametocyt mungkin berkembang dalam organ internal, bentuk masaknya jarang ditemukan dalam darah perifer. Mereka berkembang sangat lambat untuk menjadi sporozoit infektif.

C.      Plasmodium ovale

            Penyakit yang disebabkan infeksi parasit ini disebut “malaria tertiana ringan”  dan merupakan parasi malaria yang paling jarang pada manusia. Biasanya penyakit malaria ini tersebar di daerah tropik, tetapi telah dilaporkan di daerah Amerika Serikat dan Eropa. Penyakit banyak dilaporkan di daerah pantai Barat Afrika yang merupakan lokasi asal kejadian, penyakit berkembang ke daerah Afrika Tengah dan sedikit kasus di Afrika Timur. Juga telah dilaporkan kasus di Philipina, NewGuenia dan Vietnam. Plasmodium ovale sulit di diagnosis karena mempunyai kesamaan dengan P. vivax.
            Schizont yang masak berbentuk oval dan mengisi separo dari sel darah hospes. Biasanya akan terbentuk 8 merozoit, dengan kisaran antara 4-16. Bentuk titik (dot) terlihat pada awal infeksi kedlam sel darah merah. Bentuknya lebih besar daripada P. vivax dan bila diwarnai terlihat warna merah terang.
            Gametocyr dari P. ovale memerlukan lebih lama dalam darah perifer daripada malaria lainnya. Tetapi mereka cepat dapat menginfeksi nyamuk secara teratur dalam waktu 3 minggu setelah infeksi.

D.     Vektor
Vektor malaria yang dominan terhadap penularan malaria di Indonesia adalah sebagai berikut:
Anopheles sundaicus, Anopheles aconitus, Anopheles barbirostris, Anopheles subpictus,
i.                    Wilayah Indonesia Timur, yaitu Papua, Maluku, dan Maluku Utara, di wilayah pantai adalah An. subpictus, An. farauti, An. koliensis dan An. punctulatus sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. farauti.
ii.                  Wilayah Indonesia Tengah, yaitu Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, NTT dan NTB, vektor yang berperan di daerah pantainya adalah An. subpictus, An. barbirostris. Khusus di NTB adalah An. subpictus dan An. sundaicus. Sedangkan di wilayah pegunungan adalah An. barbirostris, An. flavirostris, An letifer. Khusus wilayah Kalimantan, selain Anopheles tersebut di atas juga An. balabacencis.
iii.                Untuk daerah pantai di wilayah Sumatera, An. sundaicus; daerah pegunungan An. leucosphyrus, An. balabacencis, An. sinensis, dan An. maculatus.
iv.                 Wilayah Pulau Jawa. Vektor yang berperan di daerah pantai adalah An. sundaicus dan An. subpictus dan di pegunungan adalah An. maculatus, An. balabacencis dan An. aconitus.

E.      Proses Kehidupan Plasmodium
Sebagaimana makhluk hidup lainnya, plasmodium juga melakukan proses kehidupan yang meliputi:
Pertama, metabolisme (pertukaran zat). Untuk proses hidupnya, plasmodium mengambil oksigen dan zat makanan dari haemoglobin sel darah merah. Dari proses metabolisme meninggalkan sisa berupa pigmen yang terdapat dalam sitoplasma. Keberadaan pigmen ini bisa dijadikan salah satu indikator dalam identifikasi.
Kedua, pertumbuhan. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ini adalah perubahan morfologi yang meliputi perubahan bentuk, ukuran, warna, dan sifat dari bagian-bagian sel. Perubahan ini mengakibatkan sifat morfologi dari suatu stadium parasit pada berbagai spesies, menjadi bervariasi.Setiap proses membutuhkan waktu, sehingga morfologi stadium parasit yang ada pada sediaan darah dipengaruhi waktu dilakukan pengambilan darah. Ini berkaitan dengan jam siklus perkembangan stadium parasit. Akibatnya tidak ada gambar morfologi parasit yang sama pada lapang pandang atau sediaan darah yang berbeda.
Ketiga, pergerakan. Plasmodium bergerak dengan cara menyebarkan sitoplasmanya yang berbentuk kaki-kaki palsu (pseudopodia). Pada Plasmodium vivax, penyebaran sitoplasma ini lebih jelas terlihat yang berupa kepingan-kepingan sitoplasma. Bentuk penyebaran ini dikenal sebagai bentuk sitoplasma amuboit (tanpa bentuk).
Keempat, berkembang biak. Berkembang biak artinya berubah dari satu atau sepasang sel menjadi beberapa sel baru. Ada dua macam perkembangbiakan sel pada plasmodium, yaitu:
1.      Pembiakan seksual. Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh nyamuk melalui proses sporogoni. Bila mikrogametosit (sel jantan) dan makrogametosit (sel betina) terhisap vektor bersama darah penderita, maka proses perkawinan antara kedua sel kelamin itu akan terjadi. Dari proses ini akan terbentuk zigot yang kemudian akan berubah menjadi ookinet dan selanjutnya menjadi ookista. Terakhir ookista pecah dan membentuk sporozoit yang tinggal dalam kelenjar ludah vektor. Perubahan dari mikrogametosit dan makrogametosit sampai menjadi sporozoit di dalam kelenjar ludah vektor disebut masa tunas ekstrinsik atau siklus sporogoni. Jumlah sporokista pada setiap ookista dan lamanya siklus sporogoni pada masing-masing spesies plasmodium adalah berbeda, yaitu: Plasmodium vivax dan Ovale: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 30-40 butir dan siklus sporogoni selama 8-9 hari. Plasmodium malariae: jumlah sporozoit dalam ookista adalah 6-8 butir dan siklus sporogoni selama 26-28 hari.
2.      Pembiakan aseksual. Pembiakan ini terjadi di dalam tubuh manusia melalui proses sizogoni yang terjadi melalui proses pembelahan sel secara ganda. Inti troposoit dewasa membelah menjadi 2, 4, 8, dan seterusnya sampai batas tertentu tergantung pada spesies plasmodium. Bila pembelahan inti telah selesai, sitoplasma sel induk dibagi-bagi kepada setiap inti dan terjadilah sel baru yang disebut merozoit.
Kelima, reaksi terhadap rangsangan. Plasmodium memberikan reaksi terhadap rangsangan yang datang dari luar, ini sebagai upaya plasmodium untuk mempertahankan diri seandainya rangsangan itu berupa ancaman terhadap dirinya. Misalnya, plasmodium bisa membentuk sistem kekebalan (resistensi) terhadap obat anti malaria yang digunakan penderita.
Dengan adanya proses-proses pertumbuhan dan pembiakan aseksual di dalam sel darah merah manusia, maka dikenal ada tiga tingkatan (stadium) plasmodium yaitu:
a.      Stadium tropozoit, plasmodium ada dalam proses pertumbuhan.
b.      Stadium sizon, plasmodium ada dalam proses pembiakan.
c.       Stadium gametosit, plasmodium ada dalam proses pembentukan sel kelamin.
Oleh karena dalam setiap stadium terjadi proses, maka dampaknya bagi morfologi parasit juga akan mengalami perubahan. Dengan demikian, dalam stadium-stadium itu sendiri terdapat tingkatan umur yaitu: tropozoit muda, tropozoit setengah dewasa, dan tropozoit dewasa. Sizon muda, sizon tua, dan sizon matang. Gametosit muda, gametosit tua, dan gametosit matang.
Untuk sizon berproses berawal dari sizon dewasa pecah menjadi merozoit-merozoit dan bertebaran dalam plasma darah. Merozoit kemudian menginvasi sel darah merah yang kemudian tumbuh menjadi troposoit muda berbentuk cincin atau ring form. Ring form tumbuh menjadi troposoit setengah dewasa, lalu menjadi troposoit dewasa. Selanjutnya berubah menjadi sizon muda dan sizon dewasa. Pada saat menjadi merozoit-merozoit, sizon dewasa mengalami sporulasi yaitu pecah menjadi merozoit-merozoit baru.
Di sini dapat dikatakan, proses dari sizon dewasa untuk kembali ke sizon lagi, disebut satu siklus.
Lamanya siklus ini dan banyaknya merozoit dari satu sizon dewasa, tidak sama untuk tiap spesies plasmodium. Plasmodium vivax/ovale: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak 16 dan lama siklusnya 48 jam. Artinya reproduksi rendah dan lebih lambat, sehingga kepadatan troposoit pada darah sering rendah. Plasmodium malariae: jumlah merozoit di dalam satu sel sizon dewasa sebanyak delapan dan lama siklusnya 72 jam. Artinya reproduksi lebih rendah dan lebih lambat. Ini mungkin yang menjadi penyebab jarangnya spesies ini ditemukan.
Karena perbedaan proses perkembangan, maka masa tunas atau pre paten atau masa inkubasi plasmodium di dalam tubuh manusia (intrinsik) masing-masing spesies lamanya berbeda.
Khusus Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati (sizon jaringan) sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan siklusnya ke sel eritrosit, akan tetapi tertanam di jaringan hati –disebut hipnosit-. Bentuk hipnosit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah, sibuk, stress atau perubahan iklim (musim hujan), hipnosoit dalam tubuhnya akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul kembali gejala penyakit. Misalnya 1 – 2 tahun sebelumnya pernah menderita Plasmodium vivax/ovale dan sembuh setelah diobati, bila kemudia mengalami kelelahan atau stress, gejala malaria akan muncul kembali sekalipun yang bersangkutan tidak digigit oleh nyamuk anopheles. Bila dilakukan pemeriksaan, akan didapati SD positif Plasmodium vivax/ plasmodium ovale.
Malaria kuartana yang disebabkan Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18 sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala itu kemudian akan terulang lagi tiap empat hari.
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale hanya menginfeksi retikulosit dan eritrosit muda sedangkan Plasmodium malariae hanya menyerang pada eritrosit yang lebih tua. Oleh karena seleksi ini, Infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale menyebabkan penyakit yang relatif ringan. Anemia terjadi dengan perlahan, dan mungkin terdapat hepatosplenomegali yang nyeri. Penyembuhan adalah spontan dan terjadi dalam 2-6 minggu. Walaupun begitu, hipnozoit dalam hati dapat menyebabkan relaps yang sering berulang sehingga terjadi penyakit kronis karena anemia dan splenomegali hiperaktif. Infeksi Plasmodium malariae juga relatif ringan, tetapi lebih cenderung kronis. Parasitemia mungkin menetap bertahun-tahun, dan ini bisa menunjukkan gejala atau sama sekali tidak bergejala. Infeksi Plasmodium malariae pada anak-anak berhubungan dengan glomerulonefritis dan sindroma nefrotik.
F.       Gejala malaria berdasarkan jenis malaria antara lain:
a.      Gejala Malaria Vivax & Ovale
Gejala yang terlihat sangat samar; berupa demam ringan yang tidak menetap, keringat dingin, dan berlangsung selama 1 minggu membentuk pola yang khas. Biasanya demam akan terjadi antara 1 – 8 jam. Setelah demam reda, pengidap malaria ini merasa sehat sampai gejala susulan kembali terjadi. Gejala jenis malaria ini cenderung terjadi setiap 48 jam.
b.      Gejala Malaria Malariae (kuartana)
Suatu serangan seringkali dimulai secara samar-samar. Serangannya menyerupai malaria vivax, dengan selang waktu setiap 72 jam.

G.     Prognosis
Prognosis malaria tergantung kepada jenis malaria yang menginfeksi. Malaria tanpa komplikasi biasanya akan membaik dengan pengobatan yang tepat. Tanpa pengobatan, infeksi Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dapat berlanjut dan menyebabkan relaps sampai 5 tahun. Infeksi Plasmodium malariae bisa bertahan lebih lama daripada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale.


H.     Pencegahan Malaria
Menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal merupakan salah satu langkah yang penting untuk mencegah gigitan nyamuk yang aktif di malam hari ini. Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kesadaran masyarakat setempat. Pencegahan tanpa obat, yaitu dengan menghindari gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan cara :
1.      Menggunakan kelambu (bed net) pada waktu tidur, lebih baik lagi dengan kelambu berinsektisida.
2.      Mengolesi badan dengan obat anti gigitan nyamuk (repellent).
3.      Menggunakan pembasmi nyamuk, baik bakar, semprot maupun lainnya.
4.      Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi.
5.      Letak tempat tinggal diusahakan jauh dari kandang ternak.
6.      Mencegah penderita malaria dan gigitan nyamuk agar infeksi tidak menyebar.
7.      Membersihkan tempat hinggap/istirahat nyamuk dan memberantas sarang nyamuk.
8.      Hindari keadaan rumah yang lembab, gelap, kotor dan pakaian yang bergantungan serta genangan air.
9.      Membunuh jentik nyamuk dengan menyemprotkan obat anti larva (bubuk abate) pada genangan air atau menebarkan ikan atau hewan (cyclops) pemakan jentik.
10.  Melestarikan hutan bakau agar nyamuk tidak berkembang biak di rawa payau sepanjang pantai.
11.  Langkah lainnya adalah mengantisipasi dengan meminum obat satu bulan sebelum seseorang melakukan bepergian ke luar daerah tempat tinggalnya yang bebas malaria, sebaiknya mengkonsumsi obat antimalaria, misalnya klorokuin, karena obat ini efektif terhadap semua jenis parasit malaria.


I.        Pengobatan
1.      Pengobatan malaria vivax dan malaria ovale
Lini pertama: Klorokuin+Primakuin
Kombinasi ini digunakan sebagai piliha utama untuk pengobatan malaria vivax dan ovale. Pemakaian klorokuin bertujuan membunuh parasit stadium aseksual dan seksual. Pemberian primakuin selain bertujuan untuk membunuh hipnozoit di sel hati, juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit.
Dosis total klorokuin= 25 mg/kgBB (1x/hr selama 3 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB/hr (selama 14 hari).
Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan anak obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur,
Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke 28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari keempat) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ketujuh(3). Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:
§    Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif, atau
§    Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali setelah hari ke-14.
§    Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke-15 sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).
Pengobatan malaria vivax resisten klorokuin
Lini kedua: Kina+Primakuin
Dosis kina= 10 mg/kgBB/kali (3x/hr selama 7 hari), primakuin= 0,25 mg/kgBB (selama 14 hari).


2.      Pengobatan malaria malariae
Klorokuin 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg/kgBB. Klorokuin dapat membunuh parasit bentuk aseksual dan seksual P. malariae. Pengobatan dapat juga diberikan berdasarkan golongan umur anak.


3.      Penatalaksanaan Malaria dengan  komplikasi (Malaria Berat)
Tindakan gawat darurat-harus dilakukan dalam waktu satu jam pertama
-          Bila ada hipoglikemia atasi sesuai dengan tatalaksana hipoglikemia
-          Atasi kejang sesuai dengan tatalaksana kejang
-          Perbaiki gangguan sirkulasi darah
-          Jika anak tidak sadar, pasang pipa nasogastrik dan isap isi lambung secara teratur untuk mencegah risiko pneumonia aspirasi
-          Atasi anemia berat
-          Mulai pengobatan dengan obat anti malaria yang efektif.

4.      Pengobatan anti malaria
Obat antimalaria di Indonesia adalah klorokuin, primakuin, kina pirimetamin dan sulfadoksin.  Obat anti malaria dapat digolongkan dalam 5 kelompok, yaitu:
a)      Skizontisida jaringan primer
Obat anti malaria yang tergolong kelompok ini dapat membunuh parasit stedium praeritrositer dalam beberapa hari sehingga parasit masuk ke dalam eritrosit, jadi digunakan sebagai profilaksis kausal. Contoh: proguanil, pirimetamin
b)      Skizontisida jaringan sekunder
Kelompok obat ini dapat membunuh parasit siklus praeritrositer Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal sebagai anti relaps. Contoh: primakuin
c)      Skizontisida darah
Kelompok obat antimalaria yang membunuh parasit stadium eritrositik pada malaria akut (disertai gejala klinik) pada semua spesies plasmodium. Contoh: kuinin, klorokuin, proguanil dan pirimetamin
d)      Gametositosida
Obat kelompok gametosida berfungsi menghancurkan semua bentuk seksual terasuk gametosida Plasmodium falciparum, contoh primakuin sebagai gameosida keempat spesies, sedangkan kuinin dan klorokuin sebagai gametosida untuk P. vivax, P. malariae dan P. ovale
e)      Sporontosida
Sporontosida dapat mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles. Contoh: primakuin, proguanil.

Jika konfirmasi apusam darah untuk malaria membutuhkan waktu lebih dari satu jam, mulai berikan pengobatan malaria sebelum diagnosis dipastikan atau sementara gunakan RDT.
WHO merekomendasikan artesunat, dimana Jadwal pemberian Artesunat IV yaitu untuk Jam ke-0, Jam ke-12, Jam ke-24 Artesunate 2.4 mg/kg. Kemudian tiap 24 jam: Artesunate 2.4 mg/kg perhari sampai pasien dapat mentoleransi pengobatan oral. Artesunat dapat diberikan secara IM dengan dosis yang sama dengan IV. Untuk pengobatan Malaria berat, dapat diberikan Arthemeter IM jika injeksi Artesunat tidak tersedia. Jam ke-0 Artemether 3.2 mg/kg  H24 Artemether 1.6 mg/kg setiap 24 jam sampai pengobatan oral bisa ditoleransi. Gunakan semprit 1 ml untuk memberikan volume suntikan yang kecil
     Untuk pengobatan malaria berat lainnya dapat diberikan Kina  (IV), dimana pada jam ke-0 sampai  jam ke-4, 20 mg/kg dalam cairan NaCL diberikan lebih dari 4 jam (lebih baik dipilih pemberian dalam burette) . Jam ke-8, 10 mg/kg diberikan lebih dari 2 jam dan ini diulang tiap 8 jam (Jam ke 16, jam ke 24 dan seterusnya, total dosis harian 30 mg/kg) sampai anak bisa minum obat. Kemudian berikan dosis oral untuk menyelesaikan 7 hari pengobatan atau berikan 1 dosis SP bila tidak ada resistensi. Jika ada resistensi SP berikan dosis penuh terapi kombinasi artemisin. Dosis awal kina diberikan hanya bila ada pengawasan ketat dari perawat terhadap pemberian infuse dan pengaturan tetesan infuse. Jika ini tidak memungkinkan lebih aman untuk memberikan obat kina intramuskuler. Kina intramuskuler diberikan jika obat kina melalui infuse tidak dapat diberikan. Quinine dihidroklorida dapat diberikan dalamm dosis yang sama melalui suntikan intramuskuler. Berikan aram kina 10 mg/kgBB IM dan ulangi setiap 8 jam. Larutan parenteral harus diencerkan sebelum digunakan karena akan lebih mudah untuk diserap dan tidak nyeri.

5.      Perawatan penunjang
Pada anak yang tidak sadar:
-    Jaga jalan nafas
-    Posisi miring untuk menghindari aspirasi
-    Ubah posisi pasien tiap setiap 2 jam
o    Pasien harus berbaring dialas yang kering
o    Perhatikan titik-titik yang tertekan
Lakukan tindakan pencegahan berikut dalam pemberian cairan:
-    Jika dehidrasi
-    Selama rehidrasi, pantau tanda kelebihan cairan. Tanda yang paling mudah adlah pembesaran hati. Tanda lainnya adalah irama derap, fine cracles (ronki) pada dasar paru dan atau peningkatan JVP. Edema kelopak mata merupakan tanda yang berguna.
-    Jika, setelah rehidrasi dieresis kurang dari 1 ml/kgBB/jam, berikan furosemid intravena dengan dosis awal 1 mg/kgBB. Jika tidak ada reaksi, gandakan dosis dengan interval tiap jam hingga maksimal 8 mg/kgBB (diberikan selama 15 menit).
-    Pada anak tanpa dehidrasi, pastikan anak mendapatkan cairan sesuai kebutuhan.
Hindari menggunakan obat-obatan tambahan yang tidak berguna dan membahayakan seperti kortikosteroid (dan obat anti radan lainnya), heparin, adrenalin, prostasiklin dan sikosporin.

6.      Terapi untuk komplikasi khusus
a.      Koma
Untuk mengukur tingkat kesadaran dapat digunakan Glasgow Coma Scale pada dewasa dan Blantyre Coma Scale pada anak ≤ 5 tahun.
1)  Cek gula darah , hipoglikemia = < 2.2 mmol/l; < 40 mg/100ml
2) Lihat tanda-tanda meningitis, diantaranya kaku kuduk: jika ada, pertimbangkan untuk lumbal pungsi (LP)  dan mulai pemberian antibiotic IV. Jangan lakukan LP jika ada tanda peningkatan TIK diantaranya pupil anisokor, pupil tidak reaktif, bradikardia atau nafas tidak teratur. Jika tidak bisa melakukan LP tapi sudah yakin ada meningitis, maka mulailah pemberian antibiotic.
3) Observasi secara teratur, awal setiap jam sampai pasien stabil dan kemudian tiap 4 jam, ini meliputi gula darah, nadi, tekanan darah, kesadaran.
4) Monitor dan catat input dan output cairan, sebaiknya dipasang kateter urin. Saat urin kurang dari 0.5ml/kg/jam atau ada tanda-tanda dehidrasi, pertimbangkan untuk pemberian cairan bolus.  Cairan Normal Salin awalnya 20 ml/kg pada anak-anak.Ini dapat diulang maksimal 40ml/kg pada anak-anak. Observasi tanda-tanda oedema paru dan auskultasi dada untuk mendengarkan krepitasi (oedema paru). Jika ada pertimbangkan pemberian furosemid 1mg/kgBB.
5) Observasi kejang, jika ada kejang sebaiknya diterapi. 
6) Monitor parasitaemia setiap 6-12 jam sampai negatif
7) Cek haemoglobin atau  haematocrit setiap 24 jam
8) Berikan asuhan keperawatan yang baik
9) Masukkan NGT dan kosongkan isi lambung
10) Pertimbangkan untuk mulai pemberian makanan pada hari ke-2 pada anak-anak dan hari.
b.      Anemia Berat
Anemia berat ditandai dengan pucat yang sangat pada tangan, sering diikuti dengan denyut nadi yang x=cepat. Kesulitan bernafas, kebingungan atau gelisah. Tanda gagal jantung seperti irama Gallop, pembesaran hati dan edema paru bisa ditemukan.
Berikan transfusi darah sesegera mungkin kepada:
-    Hb < 5 gr/dL atau Hct kurang dari 15%
-    Hct > 15%, atau Hb > 5 gr/dL dengan tanda2 sebagai berikut:
o    Dehidrasi, shok, penurunan kesadaran, pernafasan kismaull, gagal jantung, parasitemia yang sangat tinggi.
Berikan PRC 10 ml/kgBB selama 3-4 jam. Jika tidak tersedia PRC berikan WB 20 ml/kgBB dalam wwaktu 3-4 jam.
Periksa nafas dan nadi setiap 15 menit, jika salah satunya mengalaami kenaikan, berikan transfuse dengan tetesan yang lebih lambat. Jika ada bukti kelebihan cairan karena transfusi darah, berikan furosemid intravena 1-2 mg/kgBB hingga jumlah maksimal 20 mg/kgBB. Setelah transfuse jika Hb tetap rendah ulangi transfuse. Pada anak dengan gizi buruk kelebihan cairan merupakan komplikasi yang umum dan serius. Berikan fresh whole blood 10 ml/kgBB hanya sekali.
c.       Hipoglikemia
Gula darah < 2,5 mmol/liter atau < 45 mg/dl lebih sering terjadi pada pasien umur < 3 tahun, yang mengalami kejang atau hiperparasitemia dan pasien koma. Periksa glukosa plasma setiap 4 jam pada pasien tidak sadar. Berikan pasien hipoglikemia dengan Dextrose 50%, 1 ml per kgBB lebih dari 10 menit. Perhatikan bahwa hipoglikemia dapat kambuh dengan cepat. Hal ini penting untuk memastikan bahwa hipoglikemia, syok atau penyakit yang berbeda seperti meningitis bukanlah penyebab kesadaran berubah. Kemungkinan hipoglikemia lebih tinggi pada anak-anak dan pengobatan dengan pengobatan kina. Juga, periksa glukosa darah jika ada penurunan tingkat kesadaran.
d.      Meningitis
Jika ada keraguan tentang diagnosis malaria serebral, pungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan meningitis bakteri, asalkan tidak ada kontraindikasi. Meningitis harus diperhatikan jika slide negatif untuk bentuk aseksual P. falciparum, pasien shock atau jika ada leukositosis dan / atau pergeseran ke kiri dalam jumlah sel putih (karena ini bukan fitur-fitur umum malaria berat ), atau jika ada tanda-tanda keterlibatan meningeal seperti leher kaku. Cairan cerebrospinal berawan (CSF), berarti meningitis jadi pengobatan awal (idealnya) dengan sefalosporin generasi ke-3 (dewasa ceftriaxone IV 2000 mg BD, anak-anak 80mg/kg BD). Jika mungkin, CSF harus dikirim untuk jumlah sel, glukosa dan tingkat protein, Gram dan BTA dan budaya. Gram stain dan kultur (CSF dan darah) adalah yang paling penting.
e.      Jaundice
Pasien dengan malaria berat bisa sangat kuning, karena hemolisis intravaskular sel darah merah dan disfungsi hati. Ini adalah tanda prognosis, tetapi tidak ada terapi spesifik.
f.        Blackwater Fever
Haemoglobinuria karena hemolisis intravaskular dikaitkan dengan terapi kina dan defisiensi G6PD. Transfusi darah segar bertujuan untuk mempertahankan hematokrit di atas 20%. Tidak ada terapi spesifik. terapi antimalaria tidak harus dihentikan.
g.      Shock
Hipotensi berat (tekanan darah sistolik di bawah 80 mmHg) adalah temuan jarang pada malaria berat dan jika syok septik hadir harus dicurigai. Sumber infeksi mungkin harus dicari, jika sama sekali tidak diketahui maka darah harus diambil dan terapi antibiotik empiris yang mencakup organisme gram negatif harus dijalankan (misalnya untuk orang dewasa ceftriaxone 2 g BD, untuk anak-anak 80mg/kg BD atau 1 g cefotaxime untuk orang dewasa dan TID 25mg/kg, dengan atau tanpa dosis tunggal gentamisin 4 mg / kg). Pemberian cairan (pada orang dewasa 1 L NSS;. Pada anak 20ml/kg NSS (koloid jauh lebih mahal dan tidak memiliki keuntungan besar) harus diberikan. Jika ini tidak meningkatkan tekanan darah, pasien mungkin akan memerlukan terapi vasopresor (dopamin, noradrenalin) dan harus dirujuk ke rumah sakit. Sementara itu harus dilanjutkan sampai tekanan darah rata-rata (diastolik BP + 1 / 3 * (diastolik sistolik) di atas 60 hingga 70 mmHg. Pada syok septik tanpa bantuan obat-obatan vasopresor dan kemungkinan untuk intubasi/ventilasi,  keseimbangan antara resusitasi cairan dan dekompensasi kadang-kadang tidak dapat dicapai.
h.      DIC
Disseminated intravascular coagulation (DIC) dapat dicurigai bila terdapat perdarahan spontan dan oozing dari tempat venepuncture. Hal ini sangat jarang pada malaria berat (5%), tapi sangat sering pada septicaemia. Untuk  therapy, 10 mg vitamin K diberikan intravenously (secara lambat) 24 jam untuk 3 hari. Diagnosisdapat ditegakkan dengan pengukuran clotting times dalam blood, tapi hal ini tidak essentialpada setiap situasi. Terapi tambahan tidak direkomendasikan.
i.        Kejang
Terapi segera dengan diazepam dan cek gula darah. Dewasa 10 mg IV setelah 5 menit, Anak 0.3 mg/kg IV, atau pemberian rectal 0.5 mg/kg
Kejang lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa dengan malaria berat. Profilaksis untuk kejang tidak direkomendasikan (pedoman WHO 2006). Fenobarbital 20 mg / kg pada anak-anak Kenya dikaitkan dengan peningkatan mortalitas, mungkin dari depresi pernapasan. kejang berulang pada orang dewasa dapat diobati dengan fenobarbital IM 7 mg / kg, jika tersedia. Pada anak-anak fenitoin IV 18 mg / kg selama 20 menit (dewasa 5mg/kg) adalah pilihan.





Daftar Pustaka

www.geocities.com/kuliah_farm/parasitologi/Malaria.doc
parasitfkundip.wordpress.com/
malariana.blogspot.com/2008/10/mengenal-malaria.html
www.geocities.com/mitra_sejati_2000/malaria.html


Comments

Popular posts from this blog

SOP INJEKSI INTRAKUTAN

AKPER SAWERIGADING, KAMPUS KEPERAWATAN TERMURAH DI INDONESIA

Anatomi Fisiologi Lambung