ASKEP FRAKTUR
I.
PENGERTIAN
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau
tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 :
144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan
patah tulang dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang
meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi
(Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya
kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung
(kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih
banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh
dalam syok (FKUI, 1995:543)
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi
pada siku yang disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta
dan disertai oleh fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi
tersebut (FKUI, 1995:553).
II. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva
(1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Cedera
traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1) Cedera
langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang pata
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
2) Cedera tidak langsung berarti pukulan
langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan
berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan
kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
b. Fraktur
Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) :
pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
2) Infeksi
seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
3) Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh
defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain,
biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium
atau fosfat yang rendah.
c. Secara spontan : disebabkan oleh stress
tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang yang
bertugas dikemiliteran.
III. KLASIFIKASI FRAKTUR
FEMUR
a. Fraktur tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur terbuka (open/compound),
bila terdapat hubungan antara fragemen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukan di kulit, fraktur terbuka dibagi menjadi tiga derajat,
yaitu :
1) Derajat I- luka kurang dari 1 cm- kerusakan jaringan lunak
sedikit tidak ada tanda luka remuk.- fraktur sederhana, tranversal,
obliq atau kumulatif ringan.- Kontaminasi ringan.
2) Derajat II- Laserasi
lebih dari 1 cm- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, avulse- Fraktur
komuniti sedang.
3) Derajat III Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas
meliputi struktur kulit, otot dan neurovaskuler serta kontaminasi
derajat tinggi.
c. Fraktur complete• Patah pada seluruh garis tengah
tulang dan biasanya mengalami pergerseran (bergeser dari posisi
normal).
d. Fraktur incomplete• Patah hanya terjadi pada sebagian dari
garis tengah tulang.
e. Jenis khusus fraktur
a) Bentuk garis patah:
1) Garis
patah melintang
2) Garis pata obliq
3) Garis patah spiral
4) Fraktur
kompresi
5) Fraktur avulsi
b) Jumlah garis patah
1) Fraktur komunitif garis
patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur segmental garis
patah lebih dari satu tetapi saling berhubungan
3) Fraktur multiple
garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan.
c)
Bergeser-tidak bergeser
Fraktur tidak bergeser garis patali kompli
tetapi kedua fragmen tidak bergeser. Fraktur bergeser, terjadi
pergeseran fragmen-fragmen fraktur yang juga disebut di lokasi fragmen
(Smeltzer, 2001:2357).
IV. PATOFISIOLOGI
Proses
penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :
1. Fase hematum•
Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur•
Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase
granulasi jaringan• Terjadi 1 – 5 hari setelah injury• Pada tahap
phagositosis aktif produk neorosis• Itematome berubah menjadi granulasi
jaringan yang berisi pembuluh darah baru fogoblast dan osteoblast.
3.
Fase formasi callus• Terjadi 6 – 10 harisetelah injuri• Granulasi
terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi• Mulai pada 2 – 3
minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh• Callus permanent akhirnya
terbentuk tulang kaku dengan endapan garam kalsium yang menyatukan
tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling• Dalam waktu lebih
10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan oksifitas
osteoblast dan osteuctas (Black, 1993 : 19 ).
V. TANDA DAN
GEJALA
1. DeformitasDaya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi
seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak :
edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam
jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan
Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5.
Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot
berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang
berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari
rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik
hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi (Black, 1993 : 199).
VI.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto Rontgen Untuk mengetahui lokasi fraktur
dan garis fraktur secara langsung Mengetahui tempat dan type
frakturBiasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama
proses penyembuhan secara periodik
2. Skor tulang tomography, skor C1,
Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3.
Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
4. Hitung darah lengkap
HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma
multiple)Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah
trauma
5. Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah
transfusi multiple atau cedera hati (Doenges, 1999 : 76 ).
VII.
PENATALAKSANAAN
1. Fraktur Reduction Manipulasi atau penurunan tertutup,
manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari
fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya. Penurunan
terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan,
seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat,
sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur
tergantung umur klien.Peralatan traksi :o Traksi kulit biasanya
untuk pengobatan jangka pendeko Traksi otot atau pembedahan
biasanya untuk periode jangka panjang.
2. Fraktur Immobilisasi Pembalutan
(gips) Eksternal Fiksasi Internal Fiksasi Pemilihan Fraksi3. Fraksi
terbuka Pembedahan debridement dan irigrasi Imunisasi tetanus Terapi
antibiotic prophylactic Immobilisasi (Smeltzer, 2001).
MANAJEMEN KEPERAWATAN
I.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses
keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian
pasien Post op frakture Olecranon (Doenges, 1999) meliputi :
a.
Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit
vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan
trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis
; factor-faktor stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya
hidup.Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka
rangsang ; stimulasi simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi
pancreas/DM, (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi
(termasuk obesitas) ; membrane mukosa yang kering (pembatasan
pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi,
kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive
terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi immune
(peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;
Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang
hipertermia malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek
dari detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat
transfuse darah / reaksi transfuse.Tanda : menculnya proses infeksi
yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan
antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik
glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan,
analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat
yang dijual bebas, atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol
(risiko akan kerusakan ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan
anastesia, dan juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).
II.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari
masalah pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah
dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul
pada pasien dengan post op fraktur (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri
berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,
edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress,
ansietas
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea,
kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas, dan
gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tekanan, perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan
sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan
berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
4. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, kerusakan
muskuloskletal, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan/tahanan.
5. Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan
tubuh, respons inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur
penusukkan, luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.
6. Kurang
pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.
III. INTERVENSI DAN
IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai dengan
diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi
keperawatan yang muncul pada pasien dengan post op frakture Olecranon
(Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta
emosi yang tidak menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan
jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti
kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas ringan
samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat
berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : - Nyeri berkurang atau hilang-
Klien tampak tenang.
Intervensi dan Implementasi :
a. Lakukan pendekatan
pada klien dan keluarga
R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga
kooperatif
b. Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat
intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada
klien penyebab dari nyeri
R/ memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri.
d. Observasi tanda-tanda
vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan klien
e. Melakukan kolaborasi
dengan tim medis dalam pemberian analgesik
R/ merupakan tindakan
dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi
nyeri.
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan
seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau
psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas
sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk
beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan diri.- pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan
beberapa aktivitas tanpa dibantu.- Koordinasi otot, tulang dan anggota
gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a. Rencanakan periode
istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan
energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secar
optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/ tahapan-tahapan
yang diberikan membantu proses aktivitas secara perlahan dengan
menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi dini.
c. Bantu
pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/ mengurangi
pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d. Setelah latihan
dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan adanya respons
abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
3.
Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang mengalami
perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka
pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti pus.- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.- Tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan
Implementasi :
a. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan
luka.
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam
melakukan tindakan yang tepat.
b. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta
jumlah dan tipe cairan luka.
R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka
akan mempermudah intervensi.
c. Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu
tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.
d. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka
dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik
membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e.
Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya
debridement.
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement,
ganti balutan sesuai kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua
kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi
infeksi.
g. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R /
antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah
yang berisiko terjadi infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik
adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakkan fisik yang
bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien
akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil : - penampilan
yang seimbang..- melakukan pergerakkan dan perpindahan.- mempertahankan
mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 =
mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari
orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan
bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak
berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
Kaji
kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/
mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat
motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian
terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah
ketidakmauan.
Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat
bantu.
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
Ajarkan dan
dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan
/meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Kolaborasi dengan ahli
terapi fisik atau okupasi.
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
5.
Risiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan perifer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasif dan
kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria
hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.- luka bersih tidak
lembab dan tidak kotor.- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau
dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda
vital.
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu
tubuh meningkat.
b. Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/
mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan
terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/
untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda
infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/
penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi
akibat terjadinya proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian
antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
6.
Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang terpajan/mengingat,
salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman
tentang kondisi, efek prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil : -
melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan dari suatu
tindakan.- memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta
dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a. Kaji tingkat
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
R/ mengetahui
seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
b. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang.
R/ dengan mengetahui penyakit dan kondisinya
sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan mengurangi rasa
cemas.
c. Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan
nya.
R/ diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
d.
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
diberikan.
R/ mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga
serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan.
IV.
EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi
fraktur adalah :
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan
tindakan keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk
beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai
4.
Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak
terjadi / terkontrol6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi,
efek prosedur dan proses pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
Black,
Joyce M. 1993. Medical Surgical Nursing. W.B Sainders Company :
PhiladelpiaBoedihartono, 1994,
Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC :
Jakarta.Brooker, Christine. 2001.
Kamus Saku Keperawatan. EGC :
Jakarta.Brunner dan Suddarth, 2002,
Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3,
EGC, Jakarta
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi
3. EGC : Jakarta.E. Oerswari 1989,
Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia.
Jakarta
Nasrul, Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC.
Jakarta.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah,
Edisi revisi. EGC : Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku
Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.Smeltzer, Suzanne C. 2001.
Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner & Suddarth, Edisi
8. EGC : Jakarta.FKUI. 1995.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara
: Jakarta
KAMPUS MERAH, MUDA n KREATIF |
Comments
Post a Comment