ASKEP TRAUMA ABDOMEN
TINJAUAN PUSTAKATRAUMA ABDOMEN
A.
PENGERTIAN
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau
emosional (Dorland, 2002).Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya
atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker,
2001).Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa
kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi
faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang
disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).Trauma abdomen adalah
cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma
yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).Trauma perut
merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan atau tanpa
tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/penatalaksanaan lebih
bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan laparatomi (FKUI,
1995).
B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
1. Trauma tembus (trauma
perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium).Disebabkan oleh :
luka tusuk, luka tembak.
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi
kedalam rongga peritonium).Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt) (FKUI, 1995).
C.
PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (set-belt)-Trauma abdomen- :
1.
Trauma tumpul abdomen Kehilangan darah. Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ. Nyeri Iritasi cairan usus
2.Trauma tembus abdomen
Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ Respon stres simpatis
Perdarahan dan pembekuan darah Kontaminasi bakteri Kematian sel 1 &
2 menyebabkan :
- Kerusakan integritas kulit
- Syok dan perdarahan
- Kerusakan pertukaran gas
- Risiko tinggi terhadap infeksi
- Nyeri akut
(FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta)
D.
TANDA DAN GEJALA
1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam
rongga peritonium) : Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
Respon stres simpatis Perdarahan dan pembekuan darah Kontaminasi bakteri
Kematian sel
2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam
rongga peritonium). Kehilangan darah. Memar/jejas pada dinding perut.
Kerusakan organ-organ. Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan
kekakuan (rigidity) dinding perut. Iritasi cairan usus (FKUI, 1995).
E. KOMPLIKASI
Segera : hemoragi, syok, dan cedera. Lambat : infeksi (Smeltzer, 2001).
F.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan rektum : adanya darah menunjukkan
kelainan pada usus besar ; kuldosentesi, kemungkinan adanya darah dalam
lambung ; dan kateterisasi, adanya darah menunjukkan adanya lesi pada
saluran kencing. Laboratorium : hemoglobin, hematokrit, leukosit dan
analisis urine. Radiologik : bila diindikasikan untuk melakukan
laparatomi. IVP/sistogram : hanya dilakukan bila ada kecurigaan terhadap
trauma saluran kencing. Parasentesis perut : tindakan ini dilakukan
pada trauma tumpul perut yang diragukan adanya kelainan dalam rongga
perut atau trauma tumpul perut yang disertai dengan trauma kepala yang
berat, dilakukan dengan menggunakan jarum pungsi no 18 atau 20 yang
ditusukkan melalui dinding perut didaerah kuadran bawah atau digaris
tengah dibawah pusat dengan menggosokkan buli-buli terlebih dahulu.
Lavase peritoneal : pungsi dan aspirasi/bilasan rongga perut dengan
memasukkan cairan garam fisiologis melalui kanula yang dimasukkan
kedalam rongga peritonium (FKUI, 1995).
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan kedaruratan ; ABCDE. Pemasangan NGT untuk pengosongan
isi lambung dan mencegah aspirasi. Kateter dipasang untuk mengosongkan
kandung kencing dan menilai urin yang keluar (perdarahan).
Pembedahan/laparatomi (untuk trauma tembus dan trauma tumpul jika
terjadi rangsangan peritoneal : syok ; bising usus tidak terdengar ;
prolaps visera melalui luka tusuk ; darah dalam lambung, buli-buli,
rektum ; udara bebas intraperitoneal ; lavase peritoneal positif ;
cairan bebas dalam rongga perut) (FKUI, 1995).
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A.
PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses
keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994).Pengkajian pasien
trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi :
1. Trauma Tembus
abdomen Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ;
kekuatan tumpul (pukulan). Inspeksi abdomen untuk tanda cedera
sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru.
Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga
perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal
keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium,
biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga
abdomen). Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan
melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan
bising usus, hipotensi dan syok. Kaji cedera dada yang sering mengikuti
cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan. Catat semua tanda
fisik selama pemeriksaan pasien.
2. Trauma tumpul abdomen
Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan,
tidak akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang
hal-hal sebagai berikut :• Metode cedera.• Waktu awitan gejala.• Lokasi
penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur
limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang
digunakan.• Waktu makan atau minum terakhir.• Kecenderungan perdarahan.•
Penyakit danmedikasi terbaru.• Riwayat immunisasi, dengan perhatian
pada tetanus.• Alergi. Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh
pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan.
PENATALAKSANAAN
KEDARURATAN
1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas,
pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi.
2. Pertahankan pasien pada
brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan
pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi masif.
a)
Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem
saraf.
b) Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher
didapatkan.
c) Gunting baju dari luka.
d) Hitung jumlah luka.
e) Tentukan
lokasi luka masuk dan keluar.
3. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi
sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami
trauma.
4. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai
pembedahan dilakukan.
a) Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal
dan bendungan luka dada.
b) Pasang kateter IV diameter besar untuk
penggantian cairan cepat dan memperbaiki dinamika sirkulasi.
c)
Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ;
ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal.
d) Dokter dapat
melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan.
5.
Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu
mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga
peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi.
6. Tutupi
visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah
untuk mencegah nkekeringan visera.
a) Fleksikan lutut pasien ; posisi ini
mencegah protusi lanjut.
b) Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah
meningkatnya peristaltik dan muntah.
7. Pasang kateter uretra menetap
untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran
urine.
8. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital,
haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila
diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik.
9. Siapkan untuk
parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian
mengenai perdarahan intraperitonium.
10. Siapkan sinografi untuk
menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk.
a)
Jahitan dilakukan disekeliling luka.
b) Kateter kecil dimasukkan ke
dalam luka.
c) Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x
menunjukkan apakah penetrasi peritonium telah dilakukan.
11. Berikan
profilaksis tetanus sesuai ketentuan.
12. Berikan antibiotik spektrum
luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan infeksi akibat
karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada
waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi
nosokomial).
13. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti
adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma,
eviserasi, atau hematuria.
PENATALAKSANAAN DIRUANG
PERAWATAN LANJUTAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan adalah
suatu penyatuan dari masalah pasien yang nyata maupun potensial
berdasarkan data yang telah dikumpulkan (Boedihartono, 1994).Diagnosa
keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson, 2006) adalah
:
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk.
2. Risiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit.
3.
Nyeri akut berhubungan dengan trauma/diskontinuitas jaringan.
4.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
5. Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak nyamanan, terapi
pembatasan aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
C.
INTERVENSI DAN IMPLEMENTASI
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan
keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai
dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994).Implementasi adalah
pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah disusun
pada tahap perencanaan (Effendi, 1995).Intervensi dan implementasi
keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma abdomen (Wilkinson,
2006) meliputi :
1. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit
seseorang yang mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan :
Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil : -
tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.- luka bersih tidak lembab dan
tidak kotor.- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kulit dan
identifikasi pada tahap perkembangan luka.
R/ mengetahui sejauh mana
perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b.
Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
R/
mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
c.
Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat
diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
d. Berikan perawatan
luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas.
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat
penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e. Jika pemulihan tidak
terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.
R/ agar
benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area
kulit normal lainnya.
f. Setelah debridement, ganti balutan sesuai
kebutuhan.
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung
kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
g. Kolaborasi
pemberian antibiotik sesuai indikasi.
R / antibiotik berguna untuk
mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi
infeksi.
2. Risiko infeksi berhubungan dengan tidak
adekuatnya pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah
yang tinggi, prosedur invasif dan kerusakan kulit.
Tujuan : infeksi tidak
terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil : - tidak ada tanda-tanda infeksi
seperti pus.- luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.- Tanda-tanda
vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan
Implementasi :
a. Pantau tanda-tanda vital.
R/ mengidentifikasi
tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat.
b. Lakukan
perawatan luka dengan teknik aseptik.
R/ mengendalikan penyebaran
mikroorganisme patogen.
c. Lakukan perawatan terhadap prosedur invasif
seperti infus, kateter, drainase luka, dll.
R/ untuk mengurangi risiko
infeksi nosokomial.
d. Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk
pemeriksaan darah, seperti Hb dan leukosit.
R/ penurunan Hb dan
peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya
proses infeksi.
e. Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen.
3.
Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak menyenangkan dan
meningkat akibat adanya kerusakan jaringan aktual atau potensial,
digambarkan dalam istilah seperti kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau
perlahan dari intensitas ringan samapai berat dengan akhir yang dapat
di antisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam
bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil : -
Nyeri berkurang atau hilang- Klien tampak tenang.
Intervensi dan
Implementasi :
a. Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
R/ hubungan
yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif
b. Kaji tingkat
intensitas dan frekwensi nyeri
R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi
menunjukkan skala nyeri
c. Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri
R/
memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri
d.
Observasi tanda-tanda vital.
R/ untuk mengetahui perkembangan kliene.
Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesikR/
merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk
memblok stimulasi nyeri.
4. Intoleransi aktivitas adalah
suatu keadaaan seorang individu yang tidak cukup mempunyai energi
fisiologis atau psikologis untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau
aktivitas sehari-hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup
energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil : - perilaku menampakan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.- pasien mengungkapkan mampu
untuk melakukan beberapa aktivitas tanpa dibantu.- Koordinasi otot,
tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a.
Rencanakan periode istirahat yang cukup.
R/ mengurangi aktivitas yang
tidak diperlukan, dan energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas
seperlunya secar optimal.
b. Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
R/
tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan yang tepat, mobilisasi
dini.
c. Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
R/
mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien pulih kembali.
d.
Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
R/ menjaga kemungkinan
adanya respons abnormal dari tubuh sebagai akibat dari latihan.
5.
Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam kemandirian,
pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau satu ekstremitas atau
lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas
optimal.
Kriteria hasil : - penampilan yang seimbang..- melakukan
pergerakkan dan perpindahan.- mempertahankan mobilitas optimal yang
dapat di toleransi, dengan karakteristik :
0 = mandiri penuh
1 =
memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk
bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang
lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam
aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a. Kaji kebutuhan akan
pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R/ mengidentifikasi
masalah, memudahkan intervensi.
b. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam
melakukan aktivitas.
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan
aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
c. Ajarkan
dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R/ menilai batasan
kemampuan aktivitas optimal.
d. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan
ROM aktif dan pasif.
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot.
e. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R/
sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.
D.
EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf
keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan
untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan
(Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma
abdomen adalah :
1. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
2.
Infeksi tidak terjadi / terkontrol.
3. Nyeri dapat berkurang atau
hilang.
4. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
5. Pasien akan
menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Boedihartono, 1994, Proses Keperawatan di Rumah Sakit,
Jakarta.Brooker, Christine. 2001.
Kamus Saku Keperawatan Ed.31. EGC :
Jakarta.Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC :
Jakarta.FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara :
JakartaNasrul Effendi, 1995,
Pengantar Proses Keperawatan, EGC,
Jakarta.Smeltzer, Suzanne C. 2001.
Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
![]() |
MANTAP JI KAH??? |
Comments
Post a Comment